BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar penduduk di republik ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Indonesia sebagai negara agraris juga dapat dicirikan melalui komposisi pemanfaatan lahannya (land utilization), di mana sebagian besar lahan tersebut dipergunakan untuk pertanian, yaitu lebih dari 77,04%. Meskipun ahan pertanian mempunyai porsi yang cukup besar dibandingkan dengan yang lainnya, namun dari segi sumbangannya terhadap Gross Domestic Product (GDP) ternyata tidak sebesar yang diharapkan. Sektor pertanian justru hanya memberikan sumbangan sebesar 16,92% atau lebih kecil dari sektor industri manufaktur yang mampu memberikan konstribusi sebesar 26,04% (Departemen Pertanian, 2004).
Peran sektor pertanian akan lebih optimal jika didukung dengan sistem perencanaan yang terpadu, berkelanjutan, dan diimbangi dengan penyediaan anggaran. Untuk memperkuat posisi sektor pertanian, maka ketersediaan modal bagi pelaku usaha pertanian merupakan sebuah keharusan. Fungsi modal dalam tataran tingkat mikro (usahatani), tidak hanya salah satu faktor produksi melainkan juga berperan untuk meningkatkan kapasitas dalam mengadopsi teknologi. Pada era teknologi pertanian yang semakin modern, pengerahan modal yang intensif baik untuk alat-alat pertanian yang semakin modern, pengerahan modal yang intensif, baik untuk alat-alat pertanian maupun sarana produksi mungkin akan akan menjadi suatu keharusan. Bagi pelaku pertanian, situasi tersebut dapat kembali memunculkan masalah karena sebagaian besar tidak sanggup mendanai usahatani yang padat modal dengan dana sendiri. Salah satu ciri pertanian rakyat di Indonesia adalah manajemen dan permodalan yang terbatas. Modal dalam usahatani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi. Dengan demikian, pembentukan modal mempunyai tujuan yaitu : (1) untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut, dan (2) untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani.
Kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa sudah begitu banyak bantuan permodalan bagi petani mulai dari bantuan yang berasal dari sumber APBN/APBD atau bantuan semikomersial hasil dari kerja sama dengan pihak asing yang kesemua itu bertujuan untuk penguatan modal petani seperti misalnya Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP) atau bahkan program Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK). Akan tetapi, dari kesemua layanan modal yang diluncurkan ke petani tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh petani. Rendahnya aksesibiltas petani terhadap layanan modal tersebut juga disebabkan lembaga permodalan yang ditunjuk untuk menyalurkannya tidak sepenuhnya berhak kepada petani, bunga yang terlalu tinggi, jaminan persayaratan yang tidak bisa dipenuhi petani, proses pencairan yang memakan waktu sangat lama, birokrasi yang bertele-tele, pelayanan yang tidak ramah sepertinya membuat petani lebih memilih untuk meminjam modal dari rentenir yang tidak perlu persyaratan rumit dan cepat dalam proses pencairannya. Oleh karena itu, sudah saatnya perlu dilakukan revitalisasi layanan permodalan melalui perombakan birokrasi kelembagaan khususnya jika hal itu berkaitan dengan petani karena fakta menunjukkan bahwa SDM petani Indonesia 81,7% tidak tamat dan sebagian tamat sekolah dasar. Fakta ini lah yang menjadikan faktor mengapa aksesibilitas petani terhadap layanan usaha rendah.
B. Permasalahan
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) RI Kabinet Indonesia Bersatu I Dr. Ir. Anton Apriantono, M.S. mengakui kelembagaan pelayanana usaha di berbagai tingkatan masih lemah (Anonim, 2009). Hal itu mengakibatkan rendahnya posisi tawar petani terhadap penentu kebijakan publik dan dunia usaha. Menurut Pakpahan (1990), menyatakan bahwa sistem organisasi ekonomi petani terdiri dari beberapa unsur (subsistem): (1) unsur kelembagaan (aturan main), (2) partisipan (sumberdaya manusia), (3) teknologi, (4) tujuan, dan (5) lingkungan (alam, sosial, dan ekonomi). Terdapat dua jenis pengertian kelembagaan yaitu kelembagaan sebagai aturan main dan kelembagaan sebagai organisasi. Sebagai aturan main, kelembagaan merupakan perangkat aturan yang membatasi aktivitas anggota dan pengurus dalam mencapai tujuan organisasi. Dari sudut pandang ekonomi, kelembagaan dalam arti organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando (Pakpahan, 1990). Pola pemberdayaan dilakukan guna mengatasi masalah utama di tingkat usahatani yaitu keterbatasan modal petani, di samping masalah belum berkembangnya usaha di hulu, hilir dan jasa penunjang dalam pembangunan pertanian, rendahnya penguasaan teknologi serta lemahnya SDM dan kelembagaan petani. Departemen Pertanian sudah sejak lama merintis penerapan pola pemberdayaan seperti ini melalui berbagai kegiatan pembangunan di daerah. Salah satu perwujudan pemberdayaan dilaksanakan melalui fasilitasi Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) yang langsung ditransfer ke rekening kelompok Oleh karena itu, dalam makalah ini terdapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah ruang lingkup program Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK)?
2. Bagaimanakah Kelompok Sasaran, Kriteria Umum Calon Kelompok Sasaran, Tata Cara, dan Penyaluran Dana PMUK?
3. Bagaimanakah pemanfaatan dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK)?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini yang berjudul ”Peningkatan Kesejahteraan Petani Melalui Penguatan Kelembagaan Petani PMUK” adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji apa saja ruang lingkup dalam program Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK).
2. Mengetahui definisi Kelompok Sasaran, Kriteria Umum Calon Kelompok Sasaran, Tata Cara, dan Penyaluran Dana PMUK
3. Mengetahui pemanfaatan dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK).
BAB II
ISI
A. Ruang Lingkup Program Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK)
Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) adalah stimulasi dana bagi pelaku pertanian yang mengalami keterbatasan modal sehingga selanjutnya mampu mengakses pada lembaga permodalan secara mandiri. Fasilitasi penguatan modal usaha kelompok ini merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat petani, yang dikawal dengan kegiatan terkait yaitu penguatan kelembagaan petani dan peningkatan SDM petani melalui pembinaan, penyuluhan, pelatihan, monitoring, evaluasi, dan lainnya. Pemanfaatan dana PMUK ini dilakukan dalam format bergulir dalam rangka pemantapan kelembagaan kelompok menjadi lembaga usaha yang dapat meningkatkan kewirausahaan dan pengembangan usaha ekonomi produktif. Pola pemberdayaan seperti ini diharapkan dapat merangsang tumbuhnya kelompok usaha dan mempercepat terbentuknya jaringan kelembagaan pertanian yang akan menjadi embrio tumbuhnya inti kawasan pembangunan wilayah.
Tujuan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok adalah sebagai berikut :
1. Memperkuat modal pelaku usaha dalam mengembangkan usaha agribisnis dan ketahanan pangan.
2. Meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku usaha pertanian.
3. Mengembangkan usaha pertanian dan agroindustri di kawasan pengembangan.
4. Meningkatkan kemandirian dan kerjasama kelompok.
5. Mendorong berkembangnya lembaga keuangan mikro agribisnis dan kelembagaan ekonomi pedesaan lainnya.
Sasaran pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain :
1. Menguatnya modal pelaku usaha dalam mengembangkan usaha agribisnis dan ketahanan pangan.
2. Meningkatnya produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku agribisnis.
3. Berkembangnya usaha agribisnis dan agroindustri di kawasan pengembangan.
4. Meningkatnya kemandirian dan kerjasama kelompok.
5. Tumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan mikro agribisnis dan kelembagaan ekonomi perdesaan lainnya.
Indikator keberhasilan (outcome) kegiatan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain:
1. Tumbuhnya usaha kelompok yang mampu mengelola permodalan sesuai kaidah-kaidah bisnis melalui pemanfaatan dana PMUK sesuai sasaran.
2. Terjadinya peningkatan produktivitas usahatani kelompok penerima PMUK.
3. Terjadinya pemupukan modal dan pengembalian/perguliran dari komponen yang harus digulirkan ke kelompok-kelompok lain sehingga dapat menjangkau kelompok sasaran yang lebih luas.
Sedangkan indikator keberhasilan (impact dan benefit) dari pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain:
1. Peningkatan modal usaha agribisnis dan ketahanan pangan.
2. Peningkatan produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku agribisnis.
3. Perkembangan usaha agribisnis dan agroindustri di kawasan pengembangan.
Indikator keberhasilan ini merupakan hasil dari sebuah sistem yang terintgralistik oleh berbagai pihak pendukung antara lain pemerintah, kelompok sasaran, dan faktor sosial lain.
B. Kelompok Sasaran, Kriteria Umum Calon Kelompok Sasaran, Tata Cara, dan Penyaluran Dana
Penetapan kelompok sasaran program PMUK ini pun ditetapkan dengan penuh pertimbangan. Kelompok sasaran adalah kelompok yang menjalankan usaha agribisnis dan ketahanan pangan dengan prioritas pada kelompok yang memiliki kendala modal karena terbatasnya akses terhadap sumber permodalan. Guna memperoleh manfaat secara luas, maka penetapan kelompok sasaran perlu mempertimbangkan asas pemerataan bagi pelaku pembangunan dan memperhatikan aspek gender. Kriteria umum calon kelompok sasaran PMUK adalah sebagai berikut :
1. Kelompok usaha pertanian yang sudah ada/telah eksis minimal 3 tahun dan aktif, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha melalui kerjasama kelompok, jumlah anggota minimal 20 orang.
2. Kelompok yang bersangkutan belum pernah mendapat penguatan modal, BLM, BPLM atau fasilitasi dari kegiatan lain pada saat yang bersamaan atau pada tahun-tahun sebelumnya.
3. Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya.
4. Anggota kelompok adalah pelaku usaha yang berpotensi dan berminat menjadi penggerak dalam mendorong perkembangan usaha agribisnis atau mewujudkan ketahanan pangan masyarakat secara luas.
5. Anggota kelompok memiliki kesulitan dalam mengakses sumber permodalan komersial, sehingga sulit untuk menerap-kan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
Kriteria kelompok sasaran diatur secara lebih rinci dalam petunjuk pelaksanaann (Juklak) pencairan program PMUK pada tingkat provinsi berdasakan kondisi masing-masing wilayah.
Mekanisme penetapan kelompok sasaran program PMUK dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Seleksi calon kelompok sasaran didasarkan kepada prioritas pengembangan pertanian wilayah dan usulan/proposal dari kelompok pelaku usaha pertanian. Proses seleksi calon kelompok sasaran dilakukan secara bertahap dan seyogyanya telah dipersiapkan sebelumnya oleh pemerintah daerah. Salah satu kunci keberhasilan pemberdayaan masyarakat pertanian, termasuk pengembangan modal dan perguliran terletak pada ketepatan dan kebenaran dalam menentukan kelompok sasaran. Seleksi calon kelompok sasaran setidaknya dilakukan dalam dua tahap. Seleksi Tahap-1, Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan penilaian terhadap usulan/proposal/rencana usaha dari kelompok pelaku usaha. Proposal/rencana usaha setidaknya memuat: deskripsi usaha kelompok saat ini, sumberdaya dan sarana yang telah dimiliki kelompok, potensi yang dapat dikembangkan, rencana usaha yang akan dilakukan, kelayakan rencana usaha dan prospek pasarnya, serta besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha kelompok. Seleksi Tahap-II dilakukan penilaian terhadap kelompok yang lulus seleksi Tahap-I. Aspek penilaian Tahap-II mengenai kelengkapan persyaratan administrasi kelompok sesuai kriteria yang ditentukan di dalam Pedum, Juklak dan Juknis. Setelah dilakukan seleksi tahap I dan II, Tim Teknis menyelenggarakan musyawarah kabupaten/kota dan memaparkan hasil seleksinya yang dihadiri oleh stakeholder meliputi: instansi terkait, perguruan tinggi, KTNA, tokoh masyarakat, LSM dan pelaku usaha lainnya. Hasil musyarawah dituangkan dalam Berita Acara yang memuat daftar kelompok pelaku usaha calon penerima penguatan modal dan atau calon penerima perguliran. Penyelenggaraan musyawarah tersebut dilakukan melalui forum Koordinasi Perencanaan Pembangunan Pertanian Kabupaten/Kota.
C. Pemanfaatan Dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK)
Setiap satuan kerja lingkup pertanian di kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui PMUK dan beberapa kegiatan lainnya mengacu kepada Pedoman Teknis dari Eselon-1 lingkup Departemen Pertanian. Besarnya alokasi dana untuk kegiatan dimaksud disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia. Dana PMUK disalurkan langsung ke rekening kelompok sasaran yang telah ditetapkan. Penentuan besar kecilnya dana yang dialokasikan kepada kelompok didasarkan oleh usulan (proposal) yang diajukan oleh kelompok. Pemanfaatan dana dikelola oleh kelompok yang bersangkutan dan penentuan penggunaannya didasarkan pada hasil keputusan bersama seluruh anggota kelompok yang ditunjukkan dengan Berita Acara Hasil Rapat Kelompok. Arahan penggunaan dana PMUK ini merupakan pilihan-pilihan sesuai prioritas kelompok sasaran antara lain:
1. Digunakan untuk membiayai sarana dan fasilitas kelompok seperti membangun/ rehabilitasi jaringan irigasi, tata air mikro, embung, jalan usahatani, jalan produksi dan sarana lainnya sesuai kebutuhan kelompok.
2. Digunakan untuk pengadaan/rehabilitasi atau optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin praproduksi, produksi, dan pengolahan hasil.
3. Digunakan untuk pengadaan sarana produksi (benih/bibit, pupuk, pestisida/obat-obatan) bervariasi menurut kebutuhan dan jenis komoditasnya. Pada subsektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan besarnya dana untuk pengadaan sarana produksi dibatasi maksi-mum 60% dari pagu PMUK yang diterima kelompok sasaran, dengan demikian sebagian besar dana PMUK diarahkan untuk kegiatan yang bersifat investasi. Sedangkan untuk komoditas peternakan tidak dibatasi besarnya dana untuk pengadaan sarana produksi.
4. Digunakan untuk pemenuhan tambahan pangan keluarga (halaman rumah, pekarangan, kebun), pengembangan aneka ragam pangan (makanan khas nusantara/tradisional), pengembangan cadangan pangan masyarakat (lumbung), dan pemberian bantuan saprodi untuk daerah rawan pangan.
5. Digunakan untuk kegiatan pengembangan kelembagaan antara lain memperluas pemasaran, pengembangan usaha penunjang agribisnis, jaringan kerja dengan mitra usaha.
6. Digunakan dalam rangka peningkatan dan pengembangan kemampuan melalui pelatihan pengurus/anggota kelompok, untuk memperoleh hasil yang optimal agar dalam pelaksanaan pelatihan dikoordinasikan dengan Balai Diklat Pertanian setempat.
7. Pembinaaan kelompok dapat difasilitasi Dinas Teknis/instansi kelembagaan penyuluhan dengan memanfaatkan penyuluh pertanian, penyuluh swakarsa, KTNA, Pusa pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) swasta, LSM dan lainnya.
Dana PMUK yang disalurkan ke rekening kelompok agar dimanfaatkan untuk usaha produktif dan permodalan terus dipupuk serta dikelola dengan manajemen Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Penerapan pola LKM ini merupakan tahapan lebih lanjut proses pembelajaran bagi pelaku usaha dari pola BLM/BPLM menuju ke tahap lebih lanjut untuk dapat mengakses modal ke lembaga permodalan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah yang berjudul ”Peningkatan Kesejahteraan Petani Melalui Penguatan Kelembagaan Petani PMUK” adalah sebagai berikut:
1. Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) adalah stimulasi dana bagi pelaku pertanian yang mengalami keterbatasan modal. Pemanfaatan dana PMUK ini dilakukan dalam format bergulir dalam rangka pemantapan kelembagaan kelompok menjadi lembaga usaha yang dapat meningkatkan kewirausahaan dan pengembangan usaha ekonomi produktif. Sasaran PMUK adalah begi petani yang kesulitan dalam permodalan, program PMUK sendiri pun memiliki tujuan, sasaran, dan indikator keberhasilan supaya jelas arah tujuannya.
2. Kelompok sasaran adalah kelompok yang menjalankan usaha agribisnis dan ketahanan pangan dengan prioritas pada kelompok yang memiliki kendala modal karena terbatasnya akses terhadap sumber permodalan. Kriteria kelompok sasaran diatur secara lebih rinci dalam petunjuk pelaksanaann (Juklak) pencairan program PMUK pada tingkat provinsi berdasakan kondisi masing-masing wilayah. Seleksi calon kelompok sasaran setidaknya dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap-1 melakukan penilaian terhadap usulan/proposal/rencana usaha dari kelompok pelaku usaha dan tahap-II mengenai kelengkapan persyaratan administrasi.
3. Dana PMUK disalurkan langsung ke rekening kelompok sasaran yang telah ditetapkan. Penentuan besar kecilnya dana yang dialokasikan kepada kelompok didasarkan oleh usulan (proposal) yang diajukan oleh kelompok. Pemanfaatan dana dikelola oleh kelompok yang bersangkutan dan penentuan penggunaannya didasarkan pada hasil keputusan bersama seluruh anggota kelompok yang ditunjukkan dengan Berita Acara Hasil Rapat Kelompok
B. Saran
Saran yang dapat diajukan ke dalam makalah ini terkait dengan pelaksanaan kelembagaan PMUK adalah sebagai berikut:
1. Kelembagaan PMUK sebaiknya lebih mengedepankan dalam pelayanan permodalan masyarakat petani dengan lebih administrasi yang tidak mempersulit petani.
2. Perlu adanya sosialisasi secara menyeluruh mengenai keberadaan PMUK.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2004. Kinerja Sektor Pertanian 2000-2003. Departemen Pertanian. Jakarta.
Basyid, A. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Pertanian Melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok Petani. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Departemen Pertanian. Jakarta.
Pakpahan, A. 1990. Permasalahan dan Landasan Konseptual dalam Rekayasa Institusi (Koperasi). Makalah disampaikan sebagai Bahan Seminar pada Pengkajian Masalah Perkoperasian Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Koperasi. PSE-Balitbang Departemen Pertanian. Bogor.
Provinsi Lampung. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Agribisnis Melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok. Materi Sosialisasi P
Diposting oleh
MUKHTAR HABIB
Oleh : Mukhtar Habib*
Sebuah tulisan dari seorang mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian UNS yang juga fans berat HIMASETA.
Tepatnya tanggal 8 September 2009, Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian atau lebih dikenal dengan nama HIMASETA telah genap berusia 25 tahun. Persembahan berharga di ulang tahun perak dan sebagai langkah untuk menunjukkan eksistensinya, pengurus HIMASETA mengadakan event yang dinamakan Himaseta Silver Stage. Event yang diselenggarakan dari tanggal 31 Agustus – 8 September, mulai dari bazaar, temu alumni pengurus HIMASETA, serta sarasehan buka bersama mahasiswa agro/agribisnis, dosen dan karyawan adalah event besar. Berani dijamin dari serangkaian acara itu, di tingkat himpunan mahasiswa, HIMASETA lah yang baru pertama menyelenggarakannya. Begitu banyak dana yang dikeluarkan, begitu banyak perhatian yang diberikan, begitu banyak peluh dan keringat yang menetes dari kulit, itu semua demi eksistensi dan kejayaan HIMASETA.
Tidak terlalu banyak akan diulas mengenai Himaseta Silver Stage tetapi ada satu hal yang menjadi perhatian yang lebih banyak akan diulas yaitu mengenai judul dari artikel ini. Dikatakan bahwa di usianya yang ke-25 tahun ini lah HIMASETA harus mampu menentukan masa depannya karena memang sudah bukan berita baru lagi tentang ada apa sebenarnya yang akan terjadi bagi keberlangsungan ke depannya bagi wadah organisasi milik mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian/agrobisnis ini. Mari ulas satu per satu secara runtut mengenai kondisi tersebut, kurikulum baru di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret menciptakan program studi baru yaitu program studi agribisnis dimana efeknya dari terbentuknya program studi baru ini mengharuskan dua jurusan di fakultas ini dihapuskan. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis dan Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian. Entah dengan alasan apa akhirnya program studi baru ini muncul dan dari pihak dekanat pun yang harusnya punya andil dalam mensosialisasikan mengapa hal tersebut terjadi tetapi sampai sekarang sosialiasasi tersebut tidak pernah dilakukan. Kalau dikatakan tidak penting mahasiswa perlu mengetahui hal tersebut toh mahasiswa tidak begitu peduli dengan hal tersebut. Bisa dikatakan itu SALAH BESAR. Banyak mahasiswa yang menanyakan hal tersebut dan banyak pula mahasiswa yang tidak pernah bisa menjawab jika ditanya. Oke lah pihak atasan bisa berdalih bahwa hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab mereka tetapi jika efek dari hal tersebut sudah berdampak pada yang lain, apa sikap tersebut masih akan tetap dipertahankan. Semoga saja tidak begitu.
Salah satu efek yang ditimbulkan yang diakibatkan dari penghapusan dua jurusan yang telah disebutkan tadi adalah tentu saja bagi keberlangsungan HIMASETA yang notabene adalah organisasi kampus bagi mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian. Tentu saja efeknya bisa dikatakan ”kurang bersahabat”. Usia yang telah genap 25 tahun bukan usia yang singkat bagi suatu organisasi setingkat organisasi mahasiswa dalam mengarungi bahtera dinamika kehidupan kampus. Tentu saja banyak ide kreatif yang telah dilaksanakan yang telah memberikan nama baik bagi organisasi dan juga bagi institusi fakultas. Dan sangat pantas jika institusi fakultas perlu menaruh perhatian juga dalam merekomendasikan solusi nyata tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, pihak fakultas menyepakati apa-apa saja yang dikonsep dalam internal organisai beserta perangkatnya, dan pihak fakultas hanya berdalih bahwa seharusnya organisasi ini melangsungkan pembicaraan langsung dengan jurusannya masing-masing tetapi yang seharusnya terjadi adalah adanya komunikasi yang sinergis dan proaktif antara himpunan mahasiswa-jurusan-fakultas karena hal ini dianggap sangat perlu dilaksanakan dan bukan berjalan menurut teorinya masing-masing dan pihak fakultas mempunyai andil yang sangat besar dalam menggerakkannya.
Sampai saat ini, HIMASETA, masih tetap menjalankan program kerja yang telah disepakati bersama oleh dewan pengurus, bukan mencoba untuk mengesampingkan sebentar kondisi terberat yang harus diselesaikan tetapi lebih kepada cintanya para pengurus untuk menggerakkan roda kepengurusan ini dengan tetap fokus pada pemikiran strategis untuk merekomendasikan bagaimana masa depan organisasi. Perlu adanya poerhatian yang lebih untuk merumuskan rumusan startegi menentukan masa depan organisasi, perlu adanya masukan-masukan dari banyak pihak, entah dari internal pengurus sendiri, anggota dari himpunan mahasiswa, dari jurusan, atau bahkan dari fakultas. Pemikiran keras harus terus dilakukan untuk bagaimana supaya HIMASETA ini tetap ada meskipun hanya bayang semunya saja yang dapat dilihat. Ada satu rekomendasi yang sempat terdengar yaitu mengenai penyatuan ”kembali” antara HIMASETA dengan GAMAKOMTA (organisasi mahasiswa jurusan penyuluhan dan komunikasi pertanian.-red). Langkah ini dilancarkan untuk tetap mempertahankan kedua organisasi meskipun hanya bayang semu. Penyatuan yang dimaksud bukan serta-merta disatukan begitu saja tetapi perlu adanya berbagai pertimbangan dari berbagai pihak. Penyatuannya nanti harusnya memunculkan nama baru dengan perangkat kepengurusan yang baru tetapi masih dalam kontrol dari kedua organisasi tersebut. Langkah strategis ini agaknya perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, tentu saja dimulai dari internal kedua organisasi. Perlu adanya kesepakatan untuk menyongsong ke arah penyatuan tersebut. Langkah strategis ini sangat bagus karena organisasi ”baru” ini tidak sepenuhnya baru tetapi sudah menjadi organisasi dengan kekuatan baru yang lebih kuat sehingga ke depannya organisasi ”baru” ini mampu melangkah pasti.
Langkah strategis lainnya yang telah coba dirumuskan adalah untuk membentuk wadah bagi alumni mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian, langkah ini sebelumnya telah diawali dengan membentuk Ikatan Alumni Pengurus Himaseta pada saat momen Himaseta Silver Stage tepatnya terbentuk pada tanggal 8 September 2009. Hal ini sudah cukup menjadi bukti bahwa betapa kuatnya para pengurus untuk mempertahankan HIMASETA meskipun hanya bayang semunya saja. Dari pembentukan Ikatan Alumni Pengurus Himaseta ini nantinya diharapkan dapat mempermudah dalam menjalin komunikasi dengan alumni yang sudah sangat lama lulus, ide jangka panjang yang seperti inilah yang seharusnya ada. Para pengurus perlu memanfaatkan fasililitas yang ada dan dikombinasikan dengan ide kreatifnya demi memunculkan sesuatu hal baru yang manfaatnya jangka panjang.
Sebaiknya para pengurus HIMASETA beserta perangkatnya tidak perlu merasa terpaku dengan kondisi saat ini karena apakah seperti ini sikap yang patut dipertahankan sehingga membuat kondisi tidak berkembang. Masa depan masih panjang Kawan, dan masa depan HIMASETA akan ditetapkan di ulang tahun perak ini. Longlife for Himaseta. Bravooooo!!!!!
Sebuah tulisan dari seorang mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian UNS yang juga fans berat HIMASETA.
Tepatnya tanggal 8 September 2009, Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian atau lebih dikenal dengan nama HIMASETA telah genap berusia 25 tahun. Persembahan berharga di ulang tahun perak dan sebagai langkah untuk menunjukkan eksistensinya, pengurus HIMASETA mengadakan event yang dinamakan Himaseta Silver Stage. Event yang diselenggarakan dari tanggal 31 Agustus – 8 September, mulai dari bazaar, temu alumni pengurus HIMASETA, serta sarasehan buka bersama mahasiswa agro/agribisnis, dosen dan karyawan adalah event besar. Berani dijamin dari serangkaian acara itu, di tingkat himpunan mahasiswa, HIMASETA lah yang baru pertama menyelenggarakannya. Begitu banyak dana yang dikeluarkan, begitu banyak perhatian yang diberikan, begitu banyak peluh dan keringat yang menetes dari kulit, itu semua demi eksistensi dan kejayaan HIMASETA.
Tidak terlalu banyak akan diulas mengenai Himaseta Silver Stage tetapi ada satu hal yang menjadi perhatian yang lebih banyak akan diulas yaitu mengenai judul dari artikel ini. Dikatakan bahwa di usianya yang ke-25 tahun ini lah HIMASETA harus mampu menentukan masa depannya karena memang sudah bukan berita baru lagi tentang ada apa sebenarnya yang akan terjadi bagi keberlangsungan ke depannya bagi wadah organisasi milik mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian/agrobisnis ini. Mari ulas satu per satu secara runtut mengenai kondisi tersebut, kurikulum baru di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret menciptakan program studi baru yaitu program studi agribisnis dimana efeknya dari terbentuknya program studi baru ini mengharuskan dua jurusan di fakultas ini dihapuskan. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis dan Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian. Entah dengan alasan apa akhirnya program studi baru ini muncul dan dari pihak dekanat pun yang harusnya punya andil dalam mensosialisasikan mengapa hal tersebut terjadi tetapi sampai sekarang sosialiasasi tersebut tidak pernah dilakukan. Kalau dikatakan tidak penting mahasiswa perlu mengetahui hal tersebut toh mahasiswa tidak begitu peduli dengan hal tersebut. Bisa dikatakan itu SALAH BESAR. Banyak mahasiswa yang menanyakan hal tersebut dan banyak pula mahasiswa yang tidak pernah bisa menjawab jika ditanya. Oke lah pihak atasan bisa berdalih bahwa hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab mereka tetapi jika efek dari hal tersebut sudah berdampak pada yang lain, apa sikap tersebut masih akan tetap dipertahankan. Semoga saja tidak begitu.
Salah satu efek yang ditimbulkan yang diakibatkan dari penghapusan dua jurusan yang telah disebutkan tadi adalah tentu saja bagi keberlangsungan HIMASETA yang notabene adalah organisasi kampus bagi mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian. Tentu saja efeknya bisa dikatakan ”kurang bersahabat”. Usia yang telah genap 25 tahun bukan usia yang singkat bagi suatu organisasi setingkat organisasi mahasiswa dalam mengarungi bahtera dinamika kehidupan kampus. Tentu saja banyak ide kreatif yang telah dilaksanakan yang telah memberikan nama baik bagi organisasi dan juga bagi institusi fakultas. Dan sangat pantas jika institusi fakultas perlu menaruh perhatian juga dalam merekomendasikan solusi nyata tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, pihak fakultas menyepakati apa-apa saja yang dikonsep dalam internal organisai beserta perangkatnya, dan pihak fakultas hanya berdalih bahwa seharusnya organisasi ini melangsungkan pembicaraan langsung dengan jurusannya masing-masing tetapi yang seharusnya terjadi adalah adanya komunikasi yang sinergis dan proaktif antara himpunan mahasiswa-jurusan-fakultas karena hal ini dianggap sangat perlu dilaksanakan dan bukan berjalan menurut teorinya masing-masing dan pihak fakultas mempunyai andil yang sangat besar dalam menggerakkannya.
Sampai saat ini, HIMASETA, masih tetap menjalankan program kerja yang telah disepakati bersama oleh dewan pengurus, bukan mencoba untuk mengesampingkan sebentar kondisi terberat yang harus diselesaikan tetapi lebih kepada cintanya para pengurus untuk menggerakkan roda kepengurusan ini dengan tetap fokus pada pemikiran strategis untuk merekomendasikan bagaimana masa depan organisasi. Perlu adanya poerhatian yang lebih untuk merumuskan rumusan startegi menentukan masa depan organisasi, perlu adanya masukan-masukan dari banyak pihak, entah dari internal pengurus sendiri, anggota dari himpunan mahasiswa, dari jurusan, atau bahkan dari fakultas. Pemikiran keras harus terus dilakukan untuk bagaimana supaya HIMASETA ini tetap ada meskipun hanya bayang semunya saja yang dapat dilihat. Ada satu rekomendasi yang sempat terdengar yaitu mengenai penyatuan ”kembali” antara HIMASETA dengan GAMAKOMTA (organisasi mahasiswa jurusan penyuluhan dan komunikasi pertanian.-red). Langkah ini dilancarkan untuk tetap mempertahankan kedua organisasi meskipun hanya bayang semu. Penyatuan yang dimaksud bukan serta-merta disatukan begitu saja tetapi perlu adanya berbagai pertimbangan dari berbagai pihak. Penyatuannya nanti harusnya memunculkan nama baru dengan perangkat kepengurusan yang baru tetapi masih dalam kontrol dari kedua organisasi tersebut. Langkah strategis ini agaknya perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, tentu saja dimulai dari internal kedua organisasi. Perlu adanya kesepakatan untuk menyongsong ke arah penyatuan tersebut. Langkah strategis ini sangat bagus karena organisasi ”baru” ini tidak sepenuhnya baru tetapi sudah menjadi organisasi dengan kekuatan baru yang lebih kuat sehingga ke depannya organisasi ”baru” ini mampu melangkah pasti.
Langkah strategis lainnya yang telah coba dirumuskan adalah untuk membentuk wadah bagi alumni mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian, langkah ini sebelumnya telah diawali dengan membentuk Ikatan Alumni Pengurus Himaseta pada saat momen Himaseta Silver Stage tepatnya terbentuk pada tanggal 8 September 2009. Hal ini sudah cukup menjadi bukti bahwa betapa kuatnya para pengurus untuk mempertahankan HIMASETA meskipun hanya bayang semunya saja. Dari pembentukan Ikatan Alumni Pengurus Himaseta ini nantinya diharapkan dapat mempermudah dalam menjalin komunikasi dengan alumni yang sudah sangat lama lulus, ide jangka panjang yang seperti inilah yang seharusnya ada. Para pengurus perlu memanfaatkan fasililitas yang ada dan dikombinasikan dengan ide kreatifnya demi memunculkan sesuatu hal baru yang manfaatnya jangka panjang.
Sebaiknya para pengurus HIMASETA beserta perangkatnya tidak perlu merasa terpaku dengan kondisi saat ini karena apakah seperti ini sikap yang patut dipertahankan sehingga membuat kondisi tidak berkembang. Masa depan masih panjang Kawan, dan masa depan HIMASETA akan ditetapkan di ulang tahun perak ini. Longlife for Himaseta. Bravooooo!!!!!
Category:
0
komentar