DAMPAK APEC TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN KAWASAN DAN IMPLIKASINYA PADA SEKTOR PERTANIAN

A. Keunggulan dan Kesesuaian dengan Kondisi Terkini
Forum Kerjasama Ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation-APEC) dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Tujuan forum ini selain untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan juga mengembangkan dan memproyeksikan kepentingan-kepentingan kawasan dalam konteks multilateral. Mengingat APEC lebih dititikberatkan pada hubungan ekonomi, maka setiap anggota, termasuk negara, disebut sebagai entitas ekonomi. Keanggotaan APEC terdiri dari 21 ekonomi yang terdiri dari Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, PNG, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Chinese Taipei, Thailand, AS dan Vietnam. Manfaat APEC Bagi Indonesia antara lain sebagai berikut :
1. APEC merupakan forum yang fleksibel untuk membahas isu-isu ekonomi internasional.
2. APEC merupakan forum konsolidasi menuju era perdagangan terbuka dan sejalan dengan prinsip perdagangan multilateral
3. Peningkatan peran swasta dan masyarakat Indonesia menuju liberalisasi perdagangan
Salah satu pilar APEC yaitu fasilitasi perdagangan dan investasi secara langsung akan memberikan dampak positif bagi dunia usaha di Indonesia. Beberapa inisiatif APEC yang memberikan manfaat kepada dunia usaha di Indonesia antara lain melalui pelaksanaan APEC Business Travel Card (ABTC) serta penyederhanaan prosedur kepabeanan.
4. Peningkatan Human and Capacity Building
Indonesia dapat memanfaatkan proyek-proyek APEC untuk peningkatan kapasitas dan peningkatan sumber daya manusia, baik yang disponsori oleh anggota ekonomi tertentu maupun melalui skema APEC.
5. Sumber peningkatan potensi ekonomi perdagangan dan investasi Indonesia. Indonesia memiliki potensi untuk memanfaatkan potensi pasar APEC bagi peningkatan ekspor maupun arus investasi, khususnya karena mitra dagang utama Indonesia sebagian besar berasal dari kawasan APEC.
6. APEC sebagai forum untuk bertukar pengalaman
Forum APEC yang pada umumnya berbentuk policy dialogue memiliki manfaat yang sangat besar terutama untuk menarik pelajaran dan pengalaman positif maupun negatif (best practices) anggota APEC lainnya dalam hal pengambilan dan pembuatan kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi.
7. Memproyeksikan kepentingan-kepentingan Indonesia dalam konteks ekonomi internasional
8. APEC merupakan salah satu forum yang memungkinkan Indonesia untuk memproyeksikan kepentingan kepentingannya dan mengamankan posisinya dalam tata hubungan ekonomi internasional yang bebas dan terbuka.

B. Kelemahan APEC : Dampak Globalisasi Pertanian
Globalisasi secara teoretis penuh dengan tuntutan atas negara-negara yang ingin (dipaksa harus) terlibat, seperti mengendurkan bea masuk, mengendurkan proteksi, mengurangi subsidi, memangkas regulasi ekspor- impor, perburuhan, investasi, dan harga, serta melakukan privatisasi atas perusahaan milik negara. Kondisi tersebut tidak akan banyak membawa produk-produk lokal ke pasar internasional. Sekalipun perusahaan-perusahaan TNCs dibebani tanggungjawab sosial, namun fenomenanya tidak akan jauh berbeda dengan pola kemitraan atau contrac farming yang pada hakekatnya bermodus eksploitasi. Syarat-syarat yang ditetapkan sesungguhnya merupakan perangkap yang sulit ditembus oleh negara dunia ketiga. Kecenderungannya akan mempercepat proses penurunan daya saing produk lokal. Pada perkembangnnya, segala sesuatu yang berbau lokal akan melemah dan hilang. Mahatir (Kompas, 5/2/2004) berpendapat bahwa pengintegrasian perekonomian dunia hanya akan membawa malapetaka bagi negara berkembang. Itu bukan hanya merusak ekonomi lokal, tetapi juga akan menciptakan perlambatan ekonomi, anarki ekonomi, dan kekacauan sosial
Globalisasi cenderung menghancurkan tatanan dan modal-modal sosial. Meskipun gagasannya dituangkan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat sebagai penampakan corporate social responsibility TNCs, namun hasilnya tetap tidak pernah terwujud. Menurut Pollnac (1988) dan Garkovich (1989), menghadirkan sebuah lembaga baru dalam suatu masyarakat dengan maksud memotong struktur hubungan atau jaringan (sosial, komunikasi, kerja) yang telah terpola atau berlangsung mapan, merupakan skenario yang tidak mengindahkan karakteristik sosio-budaya dan pranata lokal, dan dengan ini kegagalan bisa terjadi. Hasil penelitian FAO atas negara-negara yang mengimplementasikan kesepakatan Putaran Uruguay di 16 negara menunjukkan telah terjadinya trend konsentrasi pertanian yang jelas berakibat pada marginalisasi petani kecil, meningkatnya pengangguran dan angka kemiskinan. Impor berbagai produk dan bahan baku pertanian kian hari kian meningkat. Meskipun jumlah produk pertanian yang diekspor dan dipasarkan di pasar domestik jauh lebih tinggi daripada impor, namun selisih nilainya hanya 2 persen (Khudori, 2003). Nilai 2 persen sesungguhnya tidak berarti, karena jika dianalisis, nilai transaksi berjalan produk pertanian Indonesia itu sesungguhnya devisit. Betapa tidak, produk pertanian yang diekspor oleh Indonesia sesungguhnya adalah produk yang padat dengan input luar (impor). Keunggulan produk tersebut jelas sangat bersifat kompetitif semu (shadow competitivenes). TNCs sebagai pihak yang paling tahu akan efisiensi memandang bahwa proses produksi usahatan (on-farm) sangat rentan terhadap risiko dan ketidakpastian, untuk itu ia menerapkan strategi kemitraan atau contract farming. Sebagaimana dikatakan Evans (1979) dan Warren (1980), negara ketiga bisa menikmati kemajuan meskipun berada dalam kondisi ketergantungan, suatu proses yang disebutnya sebagai dependent development. Namun keuntungan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya dan kerugian yang harus ditanggung, seperti gangguan kesehatan, pencemaran lingkungan, serta risiko dan ketidakpastian lainnya. Dampak yang paling kentara adalah terjadinya “kemandegan inovasi” dalam seluruh sistem agribisnis. Ini merupakan implikasi dari ketergantungan pada produk-produk impor. Pemikiran efisiensi yang diadopsi secara mentah-mentah telah menyebabkan bangsa yang kaya akan sumber daya ini jatuh pada budaya instan dan malas. Produk-produk yang senyatanya dapat diproduksi di dalam negeri didatangkan dari luar hanya karena alasan murah. Para pelaku importir yang sesungguhnya merupakan perpanjangan tangan dari TNCs dapat dengan mudah mendatangkan produk-produk dari luar karena longgarnya regulasi ekspor-impor. Dampak budayanya adalah melemahnya penghargaan atas produk-produk lokal, sebagai akibat dari berkembangnya budaya konsumerisme yang kebarat- baratan (western). Kondisi ini jelas sangat menguntungkan TNCs, karena secara perlahan inovasi lokal tercerabut dari budayanya. Ini merupakan peluang besar bagi investasi. Dampak lainnya adalah tidak berperannya kelembagaan-kelembagaan pendukung pertanian lokal. Hal ini terjadi karena TNCs selaku pihak yang kuasa, telah memasok segala kebutuhan petani (buruh) secara langsung. Pada kondisi seperti ini kreativitas dan keinovatifan kelembagaan pendukung pertanian pemerintah malah menjadi mandul. Pada ujungnya, globalisasi membawa seluruh warga dunia ke situasi yang serba spekulatif. Meningkatnya dominasi dan persaingan tidak menutup kemungkinan akan mendorong pihak yang lemah untuk menerapkan strategi picik, seperti polusi dan kekacauan pasar (market chaos), instabilitas dan polusi politik, penghancuran komoditas lewat penyebaran virus secara terencana, social chaos, dan pembentukan opini publik.

C. Pendapat/Opini
ASIA-Pacific Economic Cooperation (APEC) tidak bisa dipisahkan dari peranan Indonesia. Indonesia memainkan peran yang sangat menentukan untuk merumuskan visi APEC. Indonesia juga berperan aktif dalam mencetuskan Bogor Goals, yaitu mewujudkan kawasan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka tahun 2010 untuk negara maju serta 2020 untuk negara berkembang. Anggota APEC saat ini merepresentasikan sepertiga populasi dunia dan hampir 50% kekuatan perekonomian global. Dengan kata lain, potensi pasar global dan gravitasi aktivitas ekonomi dunia berada di kawasan ini. Masalahnya kini, seberapa jauh manfaat dan efektivitas forum APEC bagi perdagangan dan investasi Indonesia.
Para pendukung APEC mengajukan keuntungan APEC sebagai berikut. Pertama, APEC masih dapat bermanfaat bagi Indonesia, khususnya dalam hal peningkatan fasilitas perdagangan dan investasi serta kerja sama ekonomi dan teknis (ECOTECH). Kerja sama APEC tetap relevan mengingat anggotanya dapat mendiskusikan isu-isu perdagangan dan investasi tanpa harus bernegosiasi.Suatu hal yang tidak dapat dilakukan di World Trade Organization (WTO). Kedua, sesuai dengan Bogor Goals, liberalisasi perdagangan akan dilaksanakan pada 2010 untuk negara maju dan 2020 untuk negara berkembang.Hal tersebut bisa menjadi: (1) benchmark untuk mengukur tingkat kesuksesan liberalisasi perdagangan forum kerja sama tersebut, (2) memacu Indonesia mempersiapkan diri secara serius menuju era liberalisasi perdagangan dan investasi. Ketiga, prinsip open regionalism masih tetap kental dalam forum APEC. Artinya, isu nondiskriminasi dan perlakuan yang sama bagi negara nonanggota (sering disebut most favored nation/MFN) tetap merupakan salah satu daya tarik APEC. Keempat, pertemuan para pemimpin informal (informal leaders meeting) terbukti masih dapat digunakan untuk memecahkan isu-isu yang dianggap sensitif, baik pada level bilateral, trilateral maupun multilateral. Adanya mekanisme untuk membahas isuisu baru seperti competition policy and investment serta non-economic issues tanpa melalui negosiasi. Kritik terhadap APEC bukannya tidak ada. APEC tidak efektif dan kurang responsif. Bahkan mempertanyakan relevansi APEC dalam memajukan kesejahteraan masyarakat. Ini bisa dipahami karena beberapa perkembangan di dalam APEC itu sendiri seperti trade facilitation dan capacity building sulit diukur manfaatnya. Selain itu, meskipun pembentukan APEC lebih berdasarkan pada globalisasi dan liberalisasi ekonomi, sejak 2001 APEC mulai memasukkan isu-isu yang tidak terkait dengan ekonomi seperti isu keamanan dan sosial. Memang harus diakui, indikator-indikator ekonomi dimaksud tidak selalu sejalan dengan kesejahteraan sosial (social welfare).
Gaung APEC mulai meredup ketika muncul banyak PTA, baik RTA maupun BTA di kawasan Asia Pasifik. Negaranegara ASEAN,termasuk Indonesia, sepakat mempercepat pembentukan ASEAN Economic Community 2015 meski sudah membentuk AFTA (ASEAN Free Trade Area) sejak 1992. Setidaknya sudah ada 15 PTA antarnegara Asia- Pasifik, ditambah 30 PTA baru yang baru dalam negosiasi selama tujuh tahun terakhir. Kepentingan nasional tiap negara agaknya merupakan alasan pragmatis di balik menjamurnya PTA. Karena itu, dalam forum APEC pun hendaknya kepentingan nasional perlu kita prioritaskan. Pertama, perlunya arah yang jelas dalam kebijakan perdagangan kita, khususnya dalam forum APEC, WTO maupun PTA. Selama ini, kebijakan perdagangan yang dicanangkan oleh pemerintah mencakup: (1) kebijakan bea masuk (tariff policy), (2) penghapusan kuota, (3) pembebasan bea masuk atau konsesi, (4) kebijakan non-tariff lainnya. Kedua, para perunding kita dalam forum APEC perlu didampingi ahli-ahli yang kompeten dalam bidang industri, jasa, pertanian, dan ekonomi regional. Forum APEC perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing produk dan daerah Indonesia. Akhirnya, kita harus mengubah pandangan tentang think globally but act locally menjadi think and act globally and regionally dalam forum seperti APEC.




DAFTAR PUSTAKA

Kuncoro, Mudrajad. 2007. Analisis, APEC dan Kepentingan Indonesia. Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Yogyakarta.
Setiawan, Iwan. 2004. Dampak Globalisasi Terhadap Pertanian Indonesia. Makalah disampaikan dalam Seminar Interaktif Globalisasi Pertanian Indonesia, Sudah Dimana? Gugatan Harga Diri Bangsa dan Nasib Petani. Universitas Padjajaran. Bandung.
Category: 1 komentar

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN PETANI PMUK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagian besar penduduk di republik ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Indonesia sebagai negara agraris juga dapat dicirikan melalui komposisi pemanfaatan lahannya (land utilization), di mana sebagian besar lahan tersebut dipergunakan untuk pertanian, yaitu lebih dari 77,04%. Meskipun ahan pertanian mempunyai porsi yang cukup besar dibandingkan dengan yang lainnya, namun dari segi sumbangannya terhadap Gross Domestic Product (GDP) ternyata tidak sebesar yang diharapkan. Sektor pertanian justru hanya memberikan sumbangan sebesar 16,92% atau lebih kecil dari sektor industri manufaktur yang mampu memberikan konstribusi sebesar 26,04% (Departemen Pertanian, 2004).
Peran sektor pertanian akan lebih optimal jika didukung dengan sistem perencanaan yang terpadu, berkelanjutan, dan diimbangi dengan penyediaan anggaran. Untuk memperkuat posisi sektor pertanian, maka ketersediaan modal bagi pelaku usaha pertanian merupakan sebuah keharusan. Fungsi modal dalam tataran tingkat mikro (usahatani), tidak hanya salah satu faktor produksi melainkan juga berperan untuk meningkatkan kapasitas dalam mengadopsi teknologi. Pada era teknologi pertanian yang semakin modern, pengerahan modal yang intensif baik untuk alat-alat pertanian yang semakin modern, pengerahan modal yang intensif, baik untuk alat-alat pertanian maupun sarana produksi mungkin akan akan menjadi suatu keharusan. Bagi pelaku pertanian, situasi tersebut dapat kembali memunculkan masalah karena sebagaian besar tidak sanggup mendanai usahatani yang padat modal dengan dana sendiri. Salah satu ciri pertanian rakyat di Indonesia adalah manajemen dan permodalan yang terbatas. Modal dalam usahatani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi. Dengan demikian, pembentukan modal mempunyai tujuan yaitu : (1) untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut, dan (2) untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani.
Kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa sudah begitu banyak bantuan permodalan bagi petani mulai dari bantuan yang berasal dari sumber APBN/APBD atau bantuan semikomersial hasil dari kerja sama dengan pihak asing yang kesemua itu bertujuan untuk penguatan modal petani seperti misalnya Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP) atau bahkan program Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK). Akan tetapi, dari kesemua layanan modal yang diluncurkan ke petani tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh petani. Rendahnya aksesibiltas petani terhadap layanan modal tersebut juga disebabkan lembaga permodalan yang ditunjuk untuk menyalurkannya tidak sepenuhnya berhak kepada petani, bunga yang terlalu tinggi, jaminan persayaratan yang tidak bisa dipenuhi petani, proses pencairan yang memakan waktu sangat lama, birokrasi yang bertele-tele, pelayanan yang tidak ramah sepertinya membuat petani lebih memilih untuk meminjam modal dari rentenir yang tidak perlu persyaratan rumit dan cepat dalam proses pencairannya. Oleh karena itu, sudah saatnya perlu dilakukan revitalisasi layanan permodalan melalui perombakan birokrasi kelembagaan khususnya jika hal itu berkaitan dengan petani karena fakta menunjukkan bahwa SDM petani Indonesia 81,7% tidak tamat dan sebagian tamat sekolah dasar. Fakta ini lah yang menjadikan faktor mengapa aksesibilitas petani terhadap layanan usaha rendah.
B. Permasalahan
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) RI Kabinet Indonesia Bersatu I Dr. Ir. Anton Apriantono, M.S. mengakui kelembagaan pelayanana usaha di berbagai tingkatan masih lemah (Anonim, 2009). Hal itu mengakibatkan rendahnya posisi tawar petani terhadap penentu kebijakan publik dan dunia usaha. Menurut Pakpahan (1990), menyatakan bahwa sistem organisasi ekonomi petani terdiri dari beberapa unsur (subsistem): (1) unsur kelembagaan (aturan main), (2) partisipan (sumberdaya manusia), (3) teknologi, (4) tujuan, dan (5) lingkungan (alam, sosial, dan ekonomi). Terdapat dua jenis pengertian kelembagaan yaitu kelembagaan sebagai aturan main dan kelembagaan sebagai organisasi. Sebagai aturan main, kelembagaan merupakan perangkat aturan yang membatasi aktivitas anggota dan pengurus dalam mencapai tujuan organisasi. Dari sudut pandang ekonomi, kelembagaan dalam arti organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando (Pakpahan, 1990). Pola pemberdayaan dilakukan guna mengatasi masalah utama di tingkat usahatani yaitu keterbatasan modal petani, di samping masalah belum berkembangnya usaha di hulu, hilir dan jasa penunjang dalam pembangunan pertanian, rendahnya penguasaan teknologi serta lemahnya SDM dan kelembagaan petani. Departemen Pertanian sudah sejak lama merintis penerapan pola pemberdayaan seperti ini melalui berbagai kegiatan pembangunan di daerah. Salah satu perwujudan pemberdayaan dilaksanakan melalui fasilitasi Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) yang langsung ditransfer ke rekening kelompok Oleh karena itu, dalam makalah ini terdapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah ruang lingkup program Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK)?
2. Bagaimanakah Kelompok Sasaran, Kriteria Umum Calon Kelompok Sasaran, Tata Cara, dan Penyaluran Dana PMUK?
3. Bagaimanakah pemanfaatan dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK)?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Makalah ini yang berjudul ”Peningkatan Kesejahteraan Petani Melalui Penguatan Kelembagaan Petani PMUK” adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji apa saja ruang lingkup dalam program Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK).
2. Mengetahui definisi Kelompok Sasaran, Kriteria Umum Calon Kelompok Sasaran, Tata Cara, dan Penyaluran Dana PMUK
3. Mengetahui pemanfaatan dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK).


BAB II
ISI

A. Ruang Lingkup Program Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK)
Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) adalah stimulasi dana bagi pelaku pertanian yang mengalami keterbatasan modal sehingga selanjutnya mampu mengakses pada lembaga permodalan secara mandiri. Fasilitasi penguatan modal usaha kelompok ini merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat petani, yang dikawal dengan kegiatan terkait yaitu penguatan kelembagaan petani dan peningkatan SDM petani melalui pembinaan, penyuluhan, pelatihan, monitoring, evaluasi, dan lainnya. Pemanfaatan dana PMUK ini dilakukan dalam format bergulir dalam rangka pemantapan kelembagaan kelompok menjadi lembaga usaha yang dapat meningkatkan kewirausahaan dan pengembangan usaha ekonomi produktif. Pola pemberdayaan seperti ini diharapkan dapat merangsang tumbuhnya kelompok usaha dan mempercepat terbentuknya jaringan kelembagaan pertanian yang akan menjadi embrio tumbuhnya inti kawasan pembangunan wilayah.
Tujuan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok adalah sebagai berikut :
1. Memperkuat modal pelaku usaha dalam mengembangkan usaha agribisnis dan ketahanan pangan.
2. Meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku usaha pertanian.
3. Mengembangkan usaha pertanian dan agroindustri di kawasan pengembangan.
4. Meningkatkan kemandirian dan kerjasama kelompok.
5. Mendorong berkembangnya lembaga keuangan mikro agribisnis dan kelembagaan ekonomi pedesaan lainnya.
Sasaran pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain :
1. Menguatnya modal pelaku usaha dalam mengembangkan usaha agribisnis dan ketahanan pangan.
2. Meningkatnya produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku agribisnis.
3. Berkembangnya usaha agribisnis dan agroindustri di kawasan pengembangan.
4. Meningkatnya kemandirian dan kerjasama kelompok.
5. Tumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan mikro agribisnis dan kelembagaan ekonomi perdesaan lainnya.
Indikator keberhasilan (outcome) kegiatan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain:
1. Tumbuhnya usaha kelompok yang mampu mengelola permodalan sesuai kaidah-kaidah bisnis melalui pemanfaatan dana PMUK sesuai sasaran.
2. Terjadinya peningkatan produktivitas usahatani kelompok penerima PMUK.
3. Terjadinya pemupukan modal dan pengembalian/perguliran dari komponen yang harus digulirkan ke kelompok-kelompok lain sehingga dapat menjangkau kelompok sasaran yang lebih luas.
Sedangkan indikator keberhasilan (impact dan benefit) dari pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain:
1. Peningkatan modal usaha agribisnis dan ketahanan pangan.
2. Peningkatan produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku agribisnis.
3. Perkembangan usaha agribisnis dan agroindustri di kawasan pengembangan.
Indikator keberhasilan ini merupakan hasil dari sebuah sistem yang terintgralistik oleh berbagai pihak pendukung antara lain pemerintah, kelompok sasaran, dan faktor sosial lain.

B. Kelompok Sasaran, Kriteria Umum Calon Kelompok Sasaran, Tata Cara, dan Penyaluran Dana
Penetapan kelompok sasaran program PMUK ini pun ditetapkan dengan penuh pertimbangan. Kelompok sasaran adalah kelompok yang menjalankan usaha agribisnis dan ketahanan pangan dengan prioritas pada kelompok yang memiliki kendala modal karena terbatasnya akses terhadap sumber permodalan. Guna memperoleh manfaat secara luas, maka penetapan kelompok sasaran perlu mempertimbangkan asas pemerataan bagi pelaku pembangunan dan memperhatikan aspek gender. Kriteria umum calon kelompok sasaran PMUK adalah sebagai berikut :
1. Kelompok usaha pertanian yang sudah ada/telah eksis minimal 3 tahun dan aktif, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha melalui kerjasama kelompok, jumlah anggota minimal 20 orang.
2. Kelompok yang bersangkutan belum pernah mendapat penguatan modal, BLM, BPLM atau fasilitasi dari kegiatan lain pada saat yang bersamaan atau pada tahun-tahun sebelumnya.
3. Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya.
4. Anggota kelompok adalah pelaku usaha yang berpotensi dan berminat menjadi penggerak dalam mendorong perkembangan usaha agribisnis atau mewujudkan ketahanan pangan masyarakat secara luas.
5. Anggota kelompok memiliki kesulitan dalam mengakses sumber permodalan komersial, sehingga sulit untuk menerap-kan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
Kriteria kelompok sasaran diatur secara lebih rinci dalam petunjuk pelaksanaann (Juklak) pencairan program PMUK pada tingkat provinsi berdasakan kondisi masing-masing wilayah.
Mekanisme penetapan kelompok sasaran program PMUK dapat dilihat pada gambar di bawah ini :




Seleksi calon kelompok sasaran didasarkan kepada prioritas pengembangan pertanian wilayah dan usulan/proposal dari kelompok pelaku usaha pertanian. Proses seleksi calon kelompok sasaran dilakukan secara bertahap dan seyogyanya telah dipersiapkan sebelumnya oleh pemerintah daerah. Salah satu kunci keberhasilan pemberdayaan masyarakat pertanian, termasuk pengembangan modal dan perguliran terletak pada ketepatan dan kebenaran dalam menentukan kelompok sasaran. Seleksi calon kelompok sasaran setidaknya dilakukan dalam dua tahap. Seleksi Tahap-1, Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan penilaian terhadap usulan/proposal/rencana usaha dari kelompok pelaku usaha. Proposal/rencana usaha setidaknya memuat: deskripsi usaha kelompok saat ini, sumberdaya dan sarana yang telah dimiliki kelompok, potensi yang dapat dikembangkan, rencana usaha yang akan dilakukan, kelayakan rencana usaha dan prospek pasarnya, serta besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha kelompok. Seleksi Tahap-II dilakukan penilaian terhadap kelompok yang lulus seleksi Tahap-I. Aspek penilaian Tahap-II mengenai kelengkapan persyaratan administrasi kelompok sesuai kriteria yang ditentukan di dalam Pedum, Juklak dan Juknis. Setelah dilakukan seleksi tahap I dan II, Tim Teknis menyelenggarakan musyawarah kabupaten/kota dan memaparkan hasil seleksinya yang dihadiri oleh stakeholder meliputi: instansi terkait, perguruan tinggi, KTNA, tokoh masyarakat, LSM dan pelaku usaha lainnya. Hasil musyarawah dituangkan dalam Berita Acara yang memuat daftar kelompok pelaku usaha calon penerima penguatan modal dan atau calon penerima perguliran. Penyelenggaraan musyawarah tersebut dilakukan melalui forum Koordinasi Perencanaan Pembangunan Pertanian Kabupaten/Kota.

C. Pemanfaatan Dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK)
Setiap satuan kerja lingkup pertanian di kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui PMUK dan beberapa kegiatan lainnya mengacu kepada Pedoman Teknis dari Eselon-1 lingkup Departemen Pertanian. Besarnya alokasi dana untuk kegiatan dimaksud disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia. Dana PMUK disalurkan langsung ke rekening kelompok sasaran yang telah ditetapkan. Penentuan besar kecilnya dana yang dialokasikan kepada kelompok didasarkan oleh usulan (proposal) yang diajukan oleh kelompok. Pemanfaatan dana dikelola oleh kelompok yang bersangkutan dan penentuan penggunaannya didasarkan pada hasil keputusan bersama seluruh anggota kelompok yang ditunjukkan dengan Berita Acara Hasil Rapat Kelompok. Arahan penggunaan dana PMUK ini merupakan pilihan-pilihan sesuai prioritas kelompok sasaran antara lain:
1. Digunakan untuk membiayai sarana dan fasilitas kelompok seperti membangun/ rehabilitasi jaringan irigasi, tata air mikro, embung, jalan usahatani, jalan produksi dan sarana lainnya sesuai kebutuhan kelompok.
2. Digunakan untuk pengadaan/rehabilitasi atau optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin praproduksi, produksi, dan pengolahan hasil.
3. Digunakan untuk pengadaan sarana produksi (benih/bibit, pupuk, pestisida/obat-obatan) bervariasi menurut kebutuhan dan jenis komoditasnya. Pada subsektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan besarnya dana untuk pengadaan sarana produksi dibatasi maksi-mum 60% dari pagu PMUK yang diterima kelompok sasaran, dengan demikian sebagian besar dana PMUK diarahkan untuk kegiatan yang bersifat investasi. Sedangkan untuk komoditas peternakan tidak dibatasi besarnya dana untuk pengadaan sarana produksi.
4. Digunakan untuk pemenuhan tambahan pangan keluarga (halaman rumah, pekarangan, kebun), pengembangan aneka ragam pangan (makanan khas nusantara/tradisional), pengembangan cadangan pangan masyarakat (lumbung), dan pemberian bantuan saprodi untuk daerah rawan pangan.
5. Digunakan untuk kegiatan pengembangan kelembagaan antara lain memperluas pemasaran, pengembangan usaha penunjang agribisnis, jaringan kerja dengan mitra usaha.
6. Digunakan dalam rangka peningkatan dan pengembangan kemampuan melalui pelatihan pengurus/anggota kelompok, untuk memperoleh hasil yang optimal agar dalam pelaksanaan pelatihan dikoordinasikan dengan Balai Diklat Pertanian setempat.
7. Pembinaaan kelompok dapat difasilitasi Dinas Teknis/instansi kelembagaan penyuluhan dengan memanfaatkan penyuluh pertanian, penyuluh swakarsa, KTNA, Pusa pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) swasta, LSM dan lainnya.
Dana PMUK yang disalurkan ke rekening kelompok agar dimanfaatkan untuk usaha produktif dan permodalan terus dipupuk serta dikelola dengan manajemen Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Penerapan pola LKM ini merupakan tahapan lebih lanjut proses pembelajaran bagi pelaku usaha dari pola BLM/BPLM menuju ke tahap lebih lanjut untuk dapat mengakses modal ke lembaga permodalan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah yang berjudul ”Peningkatan Kesejahteraan Petani Melalui Penguatan Kelembagaan Petani PMUK” adalah sebagai berikut:
1. Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) adalah stimulasi dana bagi pelaku pertanian yang mengalami keterbatasan modal. Pemanfaatan dana PMUK ini dilakukan dalam format bergulir dalam rangka pemantapan kelembagaan kelompok menjadi lembaga usaha yang dapat meningkatkan kewirausahaan dan pengembangan usaha ekonomi produktif. Sasaran PMUK adalah begi petani yang kesulitan dalam permodalan, program PMUK sendiri pun memiliki tujuan, sasaran, dan indikator keberhasilan supaya jelas arah tujuannya.
2. Kelompok sasaran adalah kelompok yang menjalankan usaha agribisnis dan ketahanan pangan dengan prioritas pada kelompok yang memiliki kendala modal karena terbatasnya akses terhadap sumber permodalan. Kriteria kelompok sasaran diatur secara lebih rinci dalam petunjuk pelaksanaann (Juklak) pencairan program PMUK pada tingkat provinsi berdasakan kondisi masing-masing wilayah. Seleksi calon kelompok sasaran setidaknya dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap-1 melakukan penilaian terhadap usulan/proposal/rencana usaha dari kelompok pelaku usaha dan tahap-II mengenai kelengkapan persyaratan administrasi.
3. Dana PMUK disalurkan langsung ke rekening kelompok sasaran yang telah ditetapkan. Penentuan besar kecilnya dana yang dialokasikan kepada kelompok didasarkan oleh usulan (proposal) yang diajukan oleh kelompok. Pemanfaatan dana dikelola oleh kelompok yang bersangkutan dan penentuan penggunaannya didasarkan pada hasil keputusan bersama seluruh anggota kelompok yang ditunjukkan dengan Berita Acara Hasil Rapat Kelompok
B. Saran
Saran yang dapat diajukan ke dalam makalah ini terkait dengan pelaksanaan kelembagaan PMUK adalah sebagai berikut:
1. Kelembagaan PMUK sebaiknya lebih mengedepankan dalam pelayanan permodalan masyarakat petani dengan lebih administrasi yang tidak mempersulit petani.
2. Perlu adanya sosialisasi secara menyeluruh mengenai keberadaan PMUK.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian. 2004. Kinerja Sektor Pertanian 2000-2003. Departemen Pertanian. Jakarta.
Basyid, A. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Pertanian Melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok Petani. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Departemen Pertanian. Jakarta.
Pakpahan, A. 1990. Permasalahan dan Landasan Konseptual dalam Rekayasa Institusi (Koperasi). Makalah disampaikan sebagai Bahan Seminar pada Pengkajian Masalah Perkoperasian Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Koperasi. PSE-Balitbang Departemen Pertanian. Bogor.
Provinsi Lampung. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Agribisnis Melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok. Materi Sosialisasi P
Category: 79 komentar

MASA DEPAN BERAWAL DARI ULANG TAHUN PERAK

Oleh : Mukhtar Habib*

Sebuah tulisan dari seorang mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian UNS yang juga fans berat HIMASETA.

Tepatnya tanggal 8 September 2009, Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian atau lebih dikenal dengan nama HIMASETA telah genap berusia 25 tahun. Persembahan berharga di ulang tahun perak dan sebagai langkah untuk menunjukkan eksistensinya, pengurus HIMASETA mengadakan event yang dinamakan Himaseta Silver Stage. Event yang diselenggarakan dari tanggal 31 Agustus – 8 September, mulai dari bazaar, temu alumni pengurus HIMASETA, serta sarasehan buka bersama mahasiswa agro/agribisnis, dosen dan karyawan adalah event besar. Berani dijamin dari serangkaian acara itu, di tingkat himpunan mahasiswa, HIMASETA lah yang baru pertama menyelenggarakannya. Begitu banyak dana yang dikeluarkan, begitu banyak perhatian yang diberikan, begitu banyak peluh dan keringat yang menetes dari kulit, itu semua demi eksistensi dan kejayaan HIMASETA.
Tidak terlalu banyak akan diulas mengenai Himaseta Silver Stage tetapi ada satu hal yang menjadi perhatian yang lebih banyak akan diulas yaitu mengenai judul dari artikel ini. Dikatakan bahwa di usianya yang ke-25 tahun ini lah HIMASETA harus mampu menentukan masa depannya karena memang sudah bukan berita baru lagi tentang ada apa sebenarnya yang akan terjadi bagi keberlangsungan ke depannya bagi wadah organisasi milik mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian/agrobisnis ini. Mari ulas satu per satu secara runtut mengenai kondisi tersebut, kurikulum baru di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret menciptakan program studi baru yaitu program studi agribisnis dimana efeknya dari terbentuknya program studi baru ini mengharuskan dua jurusan di fakultas ini dihapuskan. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis dan Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian. Entah dengan alasan apa akhirnya program studi baru ini muncul dan dari pihak dekanat pun yang harusnya punya andil dalam mensosialisasikan mengapa hal tersebut terjadi tetapi sampai sekarang sosialiasasi tersebut tidak pernah dilakukan. Kalau dikatakan tidak penting mahasiswa perlu mengetahui hal tersebut toh mahasiswa tidak begitu peduli dengan hal tersebut. Bisa dikatakan itu SALAH BESAR. Banyak mahasiswa yang menanyakan hal tersebut dan banyak pula mahasiswa yang tidak pernah bisa menjawab jika ditanya. Oke lah pihak atasan bisa berdalih bahwa hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab mereka tetapi jika efek dari hal tersebut sudah berdampak pada yang lain, apa sikap tersebut masih akan tetap dipertahankan. Semoga saja tidak begitu.
Salah satu efek yang ditimbulkan yang diakibatkan dari penghapusan dua jurusan yang telah disebutkan tadi adalah tentu saja bagi keberlangsungan HIMASETA yang notabene adalah organisasi kampus bagi mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian. Tentu saja efeknya bisa dikatakan ”kurang bersahabat”. Usia yang telah genap 25 tahun bukan usia yang singkat bagi suatu organisasi setingkat organisasi mahasiswa dalam mengarungi bahtera dinamika kehidupan kampus. Tentu saja banyak ide kreatif yang telah dilaksanakan yang telah memberikan nama baik bagi organisasi dan juga bagi institusi fakultas. Dan sangat pantas jika institusi fakultas perlu menaruh perhatian juga dalam merekomendasikan solusi nyata tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, pihak fakultas menyepakati apa-apa saja yang dikonsep dalam internal organisai beserta perangkatnya, dan pihak fakultas hanya berdalih bahwa seharusnya organisasi ini melangsungkan pembicaraan langsung dengan jurusannya masing-masing tetapi yang seharusnya terjadi adalah adanya komunikasi yang sinergis dan proaktif antara himpunan mahasiswa-jurusan-fakultas karena hal ini dianggap sangat perlu dilaksanakan dan bukan berjalan menurut teorinya masing-masing dan pihak fakultas mempunyai andil yang sangat besar dalam menggerakkannya.
Sampai saat ini, HIMASETA, masih tetap menjalankan program kerja yang telah disepakati bersama oleh dewan pengurus, bukan mencoba untuk mengesampingkan sebentar kondisi terberat yang harus diselesaikan tetapi lebih kepada cintanya para pengurus untuk menggerakkan roda kepengurusan ini dengan tetap fokus pada pemikiran strategis untuk merekomendasikan bagaimana masa depan organisasi. Perlu adanya poerhatian yang lebih untuk merumuskan rumusan startegi menentukan masa depan organisasi, perlu adanya masukan-masukan dari banyak pihak, entah dari internal pengurus sendiri, anggota dari himpunan mahasiswa, dari jurusan, atau bahkan dari fakultas. Pemikiran keras harus terus dilakukan untuk bagaimana supaya HIMASETA ini tetap ada meskipun hanya bayang semunya saja yang dapat dilihat. Ada satu rekomendasi yang sempat terdengar yaitu mengenai penyatuan ”kembali” antara HIMASETA dengan GAMAKOMTA (organisasi mahasiswa jurusan penyuluhan dan komunikasi pertanian.-red). Langkah ini dilancarkan untuk tetap mempertahankan kedua organisasi meskipun hanya bayang semu. Penyatuan yang dimaksud bukan serta-merta disatukan begitu saja tetapi perlu adanya berbagai pertimbangan dari berbagai pihak. Penyatuannya nanti harusnya memunculkan nama baru dengan perangkat kepengurusan yang baru tetapi masih dalam kontrol dari kedua organisasi tersebut. Langkah strategis ini agaknya perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, tentu saja dimulai dari internal kedua organisasi. Perlu adanya kesepakatan untuk menyongsong ke arah penyatuan tersebut. Langkah strategis ini sangat bagus karena organisasi ”baru” ini tidak sepenuhnya baru tetapi sudah menjadi organisasi dengan kekuatan baru yang lebih kuat sehingga ke depannya organisasi ”baru” ini mampu melangkah pasti.
Langkah strategis lainnya yang telah coba dirumuskan adalah untuk membentuk wadah bagi alumni mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian, langkah ini sebelumnya telah diawali dengan membentuk Ikatan Alumni Pengurus Himaseta pada saat momen Himaseta Silver Stage tepatnya terbentuk pada tanggal 8 September 2009. Hal ini sudah cukup menjadi bukti bahwa betapa kuatnya para pengurus untuk mempertahankan HIMASETA meskipun hanya bayang semunya saja. Dari pembentukan Ikatan Alumni Pengurus Himaseta ini nantinya diharapkan dapat mempermudah dalam menjalin komunikasi dengan alumni yang sudah sangat lama lulus, ide jangka panjang yang seperti inilah yang seharusnya ada. Para pengurus perlu memanfaatkan fasililitas yang ada dan dikombinasikan dengan ide kreatifnya demi memunculkan sesuatu hal baru yang manfaatnya jangka panjang.
Sebaiknya para pengurus HIMASETA beserta perangkatnya tidak perlu merasa terpaku dengan kondisi saat ini karena apakah seperti ini sikap yang patut dipertahankan sehingga membuat kondisi tidak berkembang. Masa depan masih panjang Kawan, dan masa depan HIMASETA akan ditetapkan di ulang tahun perak ini. Longlife for Himaseta. Bravooooo!!!!!
Category: 0 komentar

PRINSIP-PRINSIP ETIS DALAM BISNIS

PRINSIP-PRINSIP ETIS DALAM BISNIS
Resume dari buku berjudul Etika Bisnis : Konsep dan Kasus, Karya Manuel G. Velasquez
Sebelum berbicara jauh mengenai prinsip-prinsip etis dalam bisnis dan untuk lebih memahami konsep dan pengertiannya, berikut ini adalah beberapa kasus pendekatan mengenai evaluasi moral antara lain :
1. Kasus Pengesahan Undang – Undang Apartheid Pertama
Sistem Apartheid yang dikuasai oleh Partai Nasional khusus Kulit Putih melegalkan diskriminasi rasial pada seluruh aspek kehidupan. Sistem apartheid ini menghapuskan seluruh penduduk kulit hitam dari hak politik dan hak sipilnya seperti mereka tidak dapat memilih, tidak dapat jabatan politis yang penting, tidak dapat bergabung secaara kolektif, atau pun hak atas Undang-undang. Hal inilah yang mengakibatkan kulit hitam melakukan demontrasi berkali - kali melawan pemerintahan kulit putih Afrika Selatan. Aksi tersebut langsung ditanggapi oleh pemerintah Kulit Putih Afrika Selatan dengan pembunuhan, penangkapan di mana - mana serta represi. Termasuk ditangkapnya Nelson Mandela (anak pimpinan kulit hitam).
2. Kasus Pertentangan akan Kedudukan Perusahaan Caltex di Afrika Selatan.
Hal ini dipicu adanya penentangan yang dilakukan para pemegang saham agar Caltex memutuskan hubungan dengan pemerintah Afrika Selatan dengan alasan bahwa orang kulit hitam tidak punya hak di wilayah kulit putih. Perdebatan tentang apakah Caltex perlu melanjutkan operasinya di Afrika Selatan ini merupakan perdebatan moral. Argumen yang diajukan oleh kedua belah pihak tersebut mengacu pada pertimbangan moral, yang dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis standar moral yaitu utilitarianisme, hak, keadilan, dan perhatian.

Pertimbangan moral yang diajukan manajer Caltex antara lain jika perusahaan tetap melaksanakan operasi di Afrika Selatan maka kesejahteraan orang kulit hitam dan kulit putih akan meningkat, namun jika perusahaan pergi maka orang kulit hitamlah yang akan mengalami kerugian besar. Pernyataan inilah yang disebut dengan standar moralitas utilitarian yaitu prinsip moral yang mengklaim bahwa sesuatu dianggap benar bila mampu menekan biaya sosial dan memberikan keuntungan sosial yang lebih besar. Pernyataan manajer Caltex yang akan memberikan perhatian khusus bagi pekerja kulit hitam dan pertanggungjawaban akan kesejahteraaan mereka inilah yang disebut Etika memberi perhatian. Artinya etika yang menekankan pada usaha memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang sekitar. Sedangkan perjuangan dari seorang Nelson Mandela yang sangat berani inlah yang disebut dengan etika kebaikan. Hal ini dikarenakan jenis evaluasi yang didasarkan atas karakter moral seseorang atau kelompok..
A. Utilitarianisme
Utilitarianisme merupakan semua pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan pada masyarakat. Banyak analisa yang meyakini bahwa cara terbaik untuk mengevaluasi kelayakan suatu keputusan bisnis adalah dengan mengandalkan pada analisa biaya keuntungan utilitarian. Tindakan bisnis yang secara sosial bertanggung jawab adalah tindakan yang mampu memberikan keuntungan terbesar atau biaya terendah bagi masyarakat. Misalnya kasus yang terjadi pada perusahaan mobil Ford.
Pada saat posisi penjualan mobil menurun dibandingkan dengan pesaing lain, maka manajer Ford segera melakukan strategi cepat dengan memfokuskan pada desain, pemanufakturan, dan penjualan yang cepat. Hal ini dilakukan agar memperoleh kembali pangsa pasar. Akibat proyek yang dilakukan dengan terburu-buru ini, maka desain teknis pun tidak diperhatikan seperti apabila terjadi tabrakan maka keselamatan penumpangpun sangat rawan. Alasan manajer tetap memproduksinya antara lain dikarenakan desain mobil sudah memenuhi semua standar hukum dan peraturan pemerintah, manajer beranggapan bahwa mobil telah memiliki tingkat keamanan yang sebanding dengan mobil dari perusahaan lain, serta dikarenakan studi biaya keuntungan (biaya modifikasi) tidak bisa ditutupi oleh keuntungan yang diperoleh. Jadi utilitarianisme digunakan untuk semua teori yang mendukung pemilihan tindakan yang memaksimalkan keuntungan.
B. Utilitarianisme Tradisional
Pendiri Utilitarianisme adalah Jeremy Bentham, dalam menetapkan sebuah kebijakan dan peraturan sosial, Bentham selalu membuat keputusan tersebut yang mampu mamberikan norma yang dapat diterima publik. Secara singkat, prinsip utilitarian yaitu :
Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas sosial yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dapat dilakukan.
Artinya prinsip ini mengasumsikan bahwa keuntungan dan biaya dari suatu tindakan dapat diukur dengan menggunakan skala numerik biasa, lalu ditambah atau dikurangi dengan nilai yang diperoleh. Kesalahan anggapan terhadap prinsip Utilitarian antara lain :
  1. Prinsip utilitarian mengatakan bahwa tindakan yang benar dalam suatu situasi adalah tindakan yang menghasilkan utilitas lebih besar dibandingkan kemungkinan tindakan lainnya. Hal ini tidak berarti tindakan yang benar adalah tindakan yang menghasilkan utilitas besar bagi orang yang melakukan tindakan tersebut. Akan tetapi, tindakan dianggap benar jika menghasilkan utilitas paling besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh tindakan tersebut (termasuk orang yang melakukan tindakan tersebut).
  2. Prinsip utilitarian tidak menyatakan bahwa tindakan yang dianggap benar sejauh keuntungan dari tindakan tersebut lebih besar dari biayanya. Namun utilitarianisme meyakini bahwa ada satu tindakan yang benar yaitu tindakan yang memberikan keuntungan lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh dari tindakan alternatif lain.
  3. Prinsip utilitarian mewajibkan kita untuk mempertimbangkan konsekuensi langsung dari tindakan kita. Sebaliknya pengaruh tidak langsungnya juga harus dipertimbangkan.
Dengan demikian ada 3 hal yang harus dilakukan jika dalam situasi tertentu :
1. Menentukan tindakan atau kebijakan alternatif.
Seperti pada perusahan Ford, secara impisit mempertimbangkan 2 alternatif yaitu mendesain ulang Pinto dengan menambah pelindung karet di sekeliling tangki bahan bakar atau memutuskan untuk tanpa menggunakan pelindung.
2. Menentukan biaya dan keuntungan langsung maupun tak langsung.
Misalnya pada perkiraan perhitungan Ford atas biaya dan keuntungan yang akan diterima oleh semua pihak yang terlibat jika desain Pinto dirubah, serta yang akan ditanggung jika desainnya tidak berubah.
3. Tindakan yang etis tepat adalah yang memberikan utilitas paling besar.
Misalnya saatt manajer Ford memutuskan bahwa tindakan yang memberikan utilitas paling besar dan biaya paling rendah adalah dengan tidak mengubah desain Pinto.
Utilitarianisme juga sejalan dengan kriteria intuitif yang digunakan orang dalam membahas perilaku atau tindakan moral. Misalnya pada saat orang memiliki kewajiban moral untuk melakukan tindakan tertentu, hal ini sering mengacu pada keuntungan atau kerugian yang nantinya diakibatkan. Moralitas juga mewajibkan seseorang untuk mempertimbangkan kepentingan orang lain. Utilitarianisme memenuhi persyaratan tersebut selama prinsip tersebut mempertimbangkan pengaruh tindakan pada orang lain, dan mewajibkan seseorang untuk memilih utilitas paling besar.
Utilitarianisme juga menjadi dasar teknik analisis biaya-keuntungan ekonomi. Analisis ini digunakan untuk menentukann tingkat kelayakan investasi dalam suatu proyek dengan mencari tahu apakah keuntungan ekonomi lebih besar dibandingkan dengan biaya ekonomi saat ini dan masa mendatang.
C. Masalah Pengukuran
Masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus pada hambatan yang dihadapi saat nenilai utilitas seperti:
  1. Bagaimana nilai utilitas dari berbagai tindakan yang berbeda pada orang yang berbeda dapat diukur dan perbandingkan.
  2. Biaya dan keuntungan tampak sulit dinilai.
  3. Banyaknya keuntungan dan biaya dari suatu tindakan tidak dapat diprediksi, maka penilaian tidak dapat dilakukan dengan baik.
  4. Masih belum jelas apa yang bisa dihitung sebagai keuntungan dan yang dihitung sebagai biaya.
Cara menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menerima penilaian dari kelompok sosial atau kelompok lain.
D. Masalah Hak dan Keadilan
Hambatan Utilitarianisme adalah prinsip tersebut tidak mampu menghadapi dua jenis permasalahan moral yaitu yang berkaitan dengan hak dan keadilan. Tanggapan utilitarian terhadap pertimbangan hak dan keadilan yaitu dengan mengajukan sati versi utilitarianisme alternatif yang cukup penting dan berpengaruh, yang disebut dengan rule-utilitarian.
Strategi dasar dari rule-utilitarian adalah membatasi analisis utilitarian hanya pada evaluasi atas peraturan moral. Jadi teori rule-utilitarian memiliki 2 prinsip yaitu :
  1. Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika tindakan tersebut dinyatakan dalam peraturan moral yang benar.
  2. Sebuah peraturan moral dikatakan benar jika jumlah utilitas total yang dihasilkannya; jika semua orang yang mengikuti peraturan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang diperoleh; jika semua orang yang mengikuti peraturan moral alternatif lainnya.
E. Konsep Hak
Hak adalah klaim atau kepemilikan sesuatu. Seseorang dikatakan memiliki hak jika dia memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam suatu acara tertentu. Hak berasal dari sistem hukum yang mengizinkan seseorang untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Hak juga bisa berasal dari sistem standar moral yang tidak tergantung pada sistem hukum tertentu. Hak merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar memungkinkan individu untuk memilih dengan bebas apapun kepentingan dan melindungi pilihan mereka.
Hak moral memiliki 3 karakteristik penting yang memberikan fungsi pemungkinan dan pelindungan antara lain:
  1. Hak moral erat dengan kewajiban.
Memiliki hak moral bearti orang lain memiliki kewajiban tertentu terhadap pemilik hak tersebut. Misalkan hak moral untuk melakukan ibadah sesuai keyakinan saya, dapt didefinisikan kaitannya dengan kewajiban moral orang lain untuk tidak mengganggu ibadah yang saya lakukan.
  1. Hak moral memberikan otonomi dan kesetaraan bagi individu dalam mencari kepentingan mereka.
Hak menunjukkkan aktivitas yang bebas mereka cari. Misalnya saat akan melakukan ibadah sesuai keyakinan, maka tidak perlu izin orang lainsaat melaksanakannya.
  1. Hak moral memberikan dasar untuk membenarkan tindakan yang dilakukan seseorang dan untuk melindungi orang lain.
Jika memiliki hak moral untuk melakukan sesuatu maka otomatis juga akan memiliki pembenaran moral dalam melakukannya. Misalnya saat kita membenarkan tindakan dari orang kuat yang sedang membantu orang yang lemah.
F. Hak Negatif dan Positif
Hak negatif dapat digambarkan dari fakta bahwa hak yang termasuk di dalamnya dapat didefinisikan sepenuhnya dalam kaitannya dengan kewajiban orang lain untuk tidak ikut campur dalam aktivitas tertentu dari orang yang memiliki hak tersebut. Misalnya jika kita memiliki sebuah privasi maka baik atasan kita pun berkewajiban untuk tidak mencampurinya.
Hak positif tidak hanya memberikan kewajiban negatif namun juga mengimplikasikan bahwa pihak lain memiliki kewajiban positif pada si pemilik hak untuk memberikan apa yang dia perlukan untuk dengan bebas mencari kepentingannya. Misalnya, saya berhak mendapat kehidupan yang layak, ini tidak berarti orang lain tidak boleh mencampurinya. Namun jika saya tidak mendapat kehidupan yang layak maka pemerintah harus memberikannya.
G. Hak dan Kewajiban Kontraktual
Hak dan kewajiban kontraktual merupakan hak terbatas dan kewajiban korelatif yang muncul saat seseorang membuat perjanjian dengan orang lain. Hak dan kewajiban kontraktual memberikan dasar bagi kewajiban khusus yang diperoleh seseorang saat dia menerima jabatan atau peran dalam sebuah organisasi sosial yang sah. Sistem peraturan yang mendasari hak dan kewajiban kontraktual diinterpretasikan mencakup sejumlah batasan moral diantaranya :
  1. Kedua belah pihak harus memahami sepenuhnya sifat dari perjanjian yang mereka buat.
  2. Kedua belah pihak dilarang mengubah fakta perjanjian kontraktual dengan sengaja.
  3. Kedua belah pihak dalam kontrak tidak boleh mendatangani perjanjian karena paksaan atau ancaman.
  4. Perjanjian kontrak tidak boleh mewajibkan kedua belah pihak untuk melakukan tindakan yang amoral.
H. Dasar Hak Moral
Dasar yang lebih baik bagi hak moral diberikan oleh teori etis yang dikembangkan Immanuel Kant. Teori Kant didasarkan pada prinsip moral yang ia sebut perintah kategoris, dan yang mewajibkan semua orang diperlakukan sebagai makhluk yang bebas dan sederajat dengan yang lain. Menurut Kant masing-masing hak memerlukan proses kualifikasi, penyesuaian dengan kepentingan lain dan argumen pendukung.
Rumusan perintah kategoris Kant mencakup 2 kriteria dalam menentukan apa yang benar dan salah secara moral yaitu :
  1. Universalisabilitas
Alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah alasan yang dapat diterima semua orang , setidaknya dalam prinsip.
  1. Reversibilitas
Alasan seseorang melakukan suatu tindakan haruslah alasan yang dapat dia terima jika orang lain menggunakannya, bahkan sebagai dasar dari bagaimana mereka memerlakukan dirinya.
I. Masalah pada Pandangan Kant
Berbagai kritikan terhadap teori Kant antara lain :
  1. Teori Kant tidak cukup tepat untuk bisa selalu bermanfaat.
Misalnya seorang pembunuh haruskah dihukum atau tidak. Tentunya bagi pembunuh menolaknya, namun di sisi lain mereka sepakat daripada harus dibunuh oleh orang lain nantinya.
  1. Batasan hak dan bagaimana hak tersebut diseimbangkan dengan hak yang berkonflik lainnya.
Misalnya saat sekelompok orang memainkan alat musik dengan sangat keras, yang mengganggu orang lain.
  1. Kriteria universalisabilitas dan reversibilitas.
Misalnya saat pimpinan perusahaan yang melakukan diskriminasi pada pekerja kulit hitam dengan memberikan upah rendah dibandingkan pekerja kulit putih. Hal ini sangat tidak benar tentunya karena tindakan tersebut tidak bermoral, namun menurut Kant benar.
J. Keadilan dan Kesamaan
Norma keadilan secara umum tidak menolak hak-hak moral individu. Sebagian alasannya adalah dalam tingkatan tertentu, keadilan didasarkan pada hak-hak moral individu. Hak moral untuk diperlakukan sebagai individu yang sederajat dan bebas misalnya merupakan bagian dari apa yang berada di balik gagasan yang menyatakan bahwa keuntungan dan beban haruslah didistribusiikan secara merata.
Masalah-masalah yang berkaitan dengan keadilan dan kewajaran biasanya dapat dibagi ke dalam tiga kategori. Keadilan distributif, yang merupakan kategori pertama dan paling mendasar berkaitan dengan distribusi yang adil atas keuntungan dan beban dalam masyarakat. Keadilan retributif, kategori kedua mengacu pada pemberlakuan hukuman yang adil pada pihak-pihak yang melakukan kesalahan. Hukuman yang adil adalah hukuman yang dalam artian tertentu layak diterima oleh orang yang melakukan kesalahan. Keadilan kompensasif, kategori ketiga berkaitan dengan cara yang adil dalam memberikan kompensasi pada seseorang atas kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain. Kompensasi yang adil adalah kompesasi yang dalam artian tertentu proporsional dengan nilai kerugian yang diderita. Masing-masing kategori tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.
  1. Keadilan Distributif
Masalah-masalah tentang keadilan distributif muncul bila ada orang-orang tertentu yang memilki perbedaan klaim atas keuntungan dan beban dalam masyarakat, dan semua klaim mereka tidak dapat dipenuhi. Saat keingina dan keenggana orang-orang lebih besar dari sumber daya yang ada. Mereka terpaksa menggunakan prinsip-prinsip tertenru untuk mengalokasikan sumberdaya tersebut serta beban masyarakat dalam cara-cara yang adil dan mampu menyelesaikan konflik dengan baik. Prinsip dasar dari keadilan distributif adalah bahwa individu-individu yang sederajat dalam segala hala yang berkaitan dengan perlakuan yang dibicarakan haruslah memperoleh keuntungan dan beban yang serupa sekalipun mereka tidak sama dalam aspek yang tidak relevan lainnya, adan individu yang tidak sama dalam suatu aspek yang relevan perlu diperlakukan secara tidak sama sesuai dengan ketidaksamaan mereka. Prinsip ini bersifat formal yang didsarkan pada gagasan logis bahwa harus konsisten dalam menghadapi masalah yang sama atau serupa. Berikut ini beberapa prinsip dalam keadilan distributif yaitu :
a. Keadilan sebagai Kesamaan
Kaum egaliteran mengakui bahwa tidak ada perbedaan yang relevan diantara semua orang yang bisa dipakai sebagai pembenaran atas perlakuan yang tidak adil. Menurut pandangan egaliteran, semua keuntungan dan beban haruslah dan didistribuasikan menurut kaidah semua orang harus memperoleh bagian keuntungan dan beban masyarakat atau kelompok dalam jumlah yang sama. kesamaan juga diusulkan sebagai dasar keadilan, bukan hanya untuk seluruh masyarakat namun juga dalam kelompok-kelompok kecil dan organisasi.
b. Keadilan Berdasarkan Kontribusi
Menyatakan bahwa keuntungan masyarakat haruslah didistribusikan sesuai dengan jumlah yang disumbangkan masing-masing individu dalam masyarakat atau kelompok. Semakin banyak yang diberikan seseorang kepada masyarakat semakin banyak pula yang berhak diperolehnya. Keuntungan haruslah didistribusikan sesuai dengan nilai sumbangan individu yang diberikan pada masyarakat, tugas, kelompok, atau pertukaran. Prinsip kontribusi ini merupakan prinsip yang paling banyak digunakan dalam menentuka upah dan gaji di perusahaan negara kapitalis seperti Amerika.
c. Keadilan Berdasarkan Kebutuhan dan Kemampuan
Menyatakan bahwa beban kerja harus lah didistribusikan sesuai dengan kemampuan orang-orang, dan keuntungan harus lah didistribusikan sesuai kebutuhan mereka. Hal ini berdasarkan pada gagasan bahwa orang-orang menyadari potensi mereka dengan menunjukkan kemampuan dalam kerja yang produktif. Keuntungan yang dihasilkan dari kerja harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan manusia.
d. Keadilan sebagai Kebebasan
Setiap orang sesuai dengan apa yang dipilih untuk dilakukan, bagi setiap orang sesuai dengan apa yang mereka pilih untuk diri mereka (mungkin dengan bantuan orang lain) dan apa yanng dipilih orang lain untuk dilakuan baginya dan mereka pilih untuk untuk diberikan padanya atas apa yang telah mereka berikan sebelumya dan belum diperbanyak atau dialihkan.
e. Keadilan sebagai Kewajaran
Dikemukakan oleh John Rawis berdasarkan pada asumsi dasar bahwa konflik yang melibatkan masalah keadilan pertama haruslah dihadapi dengan membuat metode yang tepat dalam memilih prinsip-prinsip untuk menanganinya. Setelah metode ini dibuat prinsip yang kita pilih dengan menggunakan metode itu haruslah mampu berperan sebagai prinsip keadilan distributif. Rawis menyatakan bahwa distribusi keuntungan dan beban dalam suatu masyarakat adalah jika,dan hanya jika :
1) Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling ekstensif yang dalam hal ini mirip dengan kebebasan untuk semua orang.
2) Ketidakadilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian sehingga keduanya :
a) Mampu memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung.
b) Ditangani dalam lembaga dan jabatan yang terbuka bagi semua orang berdasrkan prinsip persamaan hak dalam memperoleh kesempatan.
Prinsip 1) disebut prinsip kebebasan sederajat yang pada intinya prinsip ini mengatakan bahwa kebebasan setiap warga negara harus lah dilindungi dari gangguan orang alian dan harus lah sederajat anatara orang yang satu dengan orang yang lain. Bagian a) prinsip kedua disebut prinsip perbedaan yang mengasumsikan bahwa sebuah masyarakat yang produktif memang harus memasukkan sejumlah ketidaksamaan. Namun selanjutnya perlu mangambil langkah-langkah untuk memperbaiki posisi kelompok paling bawah seperti orang yang sakit atau cacat. Bagian b) prinsip 2) disebut prinsip kesamaan hak dalam memperoleh kesempatan yang mengatakan bahwa setiap orang harus lah memilki hak yang sama dalam memperoleh jabatan penting dalam berbagai lembaga masyarakat. Ini bukan hanya berarti kualifikasi kerja harus lah sesuai persyaratan kerja, namun juga setiap orang berhak memeperoleh akses pelatihan dan pendidikan yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaan yang mereka inginkan.
  1. Keadilan Retributif
Merupakan keadilan yang berkaitan dengan keadilan dalam rangka menyalahkan atau menghukum seseorang yang telah melakukan kesalahan. Jika seseorang tidak tahu atau tidak bisa memilih secara bebas apa yang dia lakukan, maka dia tidak bisa dihukum adil. Hukuman yang adil adalah kepastian bahwa orang yang dihukum benar-benar melakukan yang dituduhkan padanya. Selain itu juga hukuman harus lah konsisten dan proporsional dengan kesalahannya. Hukuman dianggap konsisten hanya jika semua orang akan memperoleh hukuman yang sama untuk kesalahan yang sama, sedangkan hukuman dianggap proporsional dengan kesalahan jika hukuman tersebut tidak lebih besar dibandingkan kerugian yang diakibatkan kesalahan.
  1. Keadilan Kompensasif
Berkaitan dengan keadilan dalam memperbaiki kerugian yang dilalami seseorang akibat tindakan orang lain atau sering juga disebut sebagai ganti rugi. Tidak ada aturan yang pasti dalam menentukan seberapa banyak kompensasi yang perlu diberikan oleh pelaku pada korban. Keadilan hanya mengharuskan bahwa pelaku sebisa mungkin mengembalikan apa yang diambilnya, dan itu biasanya berarti bahwa jumlah ganti rugi haruslah sama dengan yang diketahui pelaku pada korbannya. Kaum moralis tradisional menyatakan bahwa seseorang memiliki kewajiban moral untuk memeberikan kompensasi pada pihak yang dirugikan jika tiga syarat berikut terpenuhi, yaitu :
a. Tindakan yang mengakibatkan kerugian adalah kesalahan atau kelalaian.
b. Tindakan tersebut merupakan penyebab kerugian yang sesungguhnya.
c. Pelaku mengakibatkan kerugian secara sengaja.
K. Etika Memberi Perhatian
  1. Parsialitas dan Perhatian
Dalam hal ini etika perhatian menekankan pada dua syarat moral, yaitu :
a. Kita hidup dalam suatu rangkaian hubungan dan wajib mempertahankan serta menyetarakan hubungan yang konkret dan bernilai dengan orang lain.
b. Kita memberikan perhatian khusus pada orang-orang yang menjalin hubungan baik dengan memperhatikan kebutuhan, nilai, keinginan, dan keberadaan mereka dari perspektif pribadi mereka sendiri, dan dengan memberikan tanggapan secara positif pada kebutuhan, nilai, keinginan, dan keberadaan orang-orang yang membutuhkan dan bergantung pada perhatian kita.
Namun penting juga untuk tidak membatasi gagasan tentang hubungan konkret ini hanya pada hubungan antara dua individu atau antara seseorang dengan kelompok individu tertentu. Ada dua hal penting yang perlu diketahui. Pertama, tidak semua hubungan memiliki nilai, dan tidak semuanya menciptakan kewajiban untuk memberi perhatian. Kedua, perlu diketahui bahwa dalam memberikan perhatian kadang berkonflik. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa tidak ada aturan tetap yang mampu menyelesaikan semua konflik.
  1. Hambatan dalam Etika Perhatian
Pendekatan etika perhatian memperoleh sejumlah kritik berdasarkan beberapa alasan. Pertama, dikatakan bahwa etika perhatian bisa berubah menjadi favoritisme yang tidak adil atau bersikap parsial ( berat sebelah). Kritik kedua mengklaim bahwa persyaratan etika perhatian bisa menyebabkan kebosanan. Dalam mewajibkan orang-orang untuk memberikan perhatian pada anak-anak orang tua, saudara, pasangan, kekasih, teman dan anggota komunitas lain. Etika perhatian tampak mengharuskan semua orang mengorbankan kebutuhan dan keinginan mereka demi kesejahteraan orang lain.
Keuntungan etika perhatian adalah mendorong untuk fokus pada nilai moral dari sikap parsial terhadap orang dekat dan arti penting moral dalam memberikan tanggapan pada mereka secara khusus yang tidak kita berikan pada orang lain.
L. Memadukan Utilitas, Hak, Keadilan, dan Perhatian
Standar utilitarian wajib digunakan saat kita tidak memiliki sumberdaya yang mampu memenuhi tujuan atau kebutuhan semua orang sehingga mempertimbangkan keuntungan dan biaya sosial dari suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Penilaian moral sebagian juga didasarkan pada standar-standar yang menunjukkan bagaimana individu harus diperlakukan atau dihargai. Selain itu juga didasarkan pada standar-standar keadilan yang menunjukkan bagaiman keuntungan dan beban didistribusikan di antara para anggota kelompok masyarakat. Selanjutnya penilaian moral juga didasarkan pada standar-standar perhatian yang mengacu pada jenis perhatian yang perlu kita berikan pada orang-orang yang memiliki hubungan khusus dengan kita. Standar perhatian berperan penting bila muncul persoalan-persoalan moral yang melibatkan individu dalam suatu jaringan hubungan, khususnya individu-individu yang memilki hubungan erat.
M. Prinsip Moral Alternatif : Etika Kebaikan
Ivan F.Boesky dikenal sebagai seorang kaya yang jujur dan mencintai sesama manusia. Namun pada tanggal 18 Desember 1987 dia dihukum 3 tahun penjara dan denda $100 juta karena memperoleh keuntungan secara illegal dari insider information. Berdasarkan informasi yang dia peroleh dari teman yang dibayarnya, sebelum diketahui publik, Boesky membeli saham-saham perusahaan dari pemegang saham yang tidak tahu bahwa perusahaan mereka akan dibeli oleh pihak lain dengan harga yang lebih tinggi. Cara yang demikian Boesky dapat memperoleh keuntungan yang banyak, kemudian hal tersebut dianggap illegal di Amerika meskipun di negara lain seperti Italia, Swiss dan Hongkong tindakan tersebut dilegalkan.
Berdasarkan cerita tentang Ivan F. Boesky, bahwa dia digambarkan sebagai seoarang yang serakah, sakit, agresif, kejam, tidak punya integritas, munafik dan tidak jujur. Semua deskripsi tersebut adalah penilaian atas karakter moral, bukan penilaian atas moralitas dari tindakannya.
Pendekatan etika yang telah dibahas sejauh ini semuanya difokuskan pada tindakan sebagai pokok permasalahan etika dan mengabaikan karakter pelaku tindakan itu sendiri. Dalam kasus Boesky maupun kasus-kasus yang lain, masalah utama yang muncul bukanlah baik buruknya suatu tindakan, namun sifat karakter manusia yang tidak sempurna.
Banyak ahli etika yang mengkritik asumsi bahwa tindakan merupakan pokok permasalahan utama dalam etika. Etika, menurut mereka, tidak boleh hanya melihat jenis tindakan pelakunya (agen) namun juga perlu memperhatiakan jenis karakternya. Fokus pada pelaku berbeda dengan fokus pada tindakan (apa yang dia lakukan) akan lebih mampu menunjukan dengan cermat karakter seseorang termasuk diantaranya apakah karakter tersebut lebih mengarah pada keburukan atau kebaikan. Pendekatan etika lain yang lebih baik haruslah mempertimbangkan aspek kebaikan dan keburukan sebagai awalan penting dalam penalaran kita.
  1. Sifat Kebaikan
Kebaikan merupakan sebuah kecenderungan yang dinilai sebagai bagian dari karakter manusia yang secara moral baik dan ditunjukan dalam perilaku dan kebiasaannya. Seseorang dikatan memiliki kebaikan moral bila dia berperilaku dengan penalaran, perasaan dan keinginan-keinginan yang menjadi karakteristik dari seseorang yang secara moral baik.
  1. Kebaikan Moral
Menurut Aristoteles, sebuah kebaikan moral merupakan kebiasaan manusia yang memungkinkan bertindak sejalan dengan tujuan (nalar dan pemikiran) manusia, kemudian daya nalar dan berfikir adalah yang membedakan manusia dan makhluk lain. Seseorang dikatakan menjalani hidup sesuai dengan pemikirannya bila dia mengetahui dan memilih jalan tengah antara melakukan sesuatu terlalu jauh dan tidak terlalu jauh dalam hal tindakan, emosi dan keinginannya. Tokoh lain yaitu Aquinas seorang ahli filosofi Kristen menyatakan sependapat dengan Aristoteles hanya saja dengan tambahan kebaikan “Theologis”.
Seorang ahli filsafat Amerika, Alasdair Macyntire mengatakan bahwa yang termasuk kebaikan adalah semua karakteristik yang dipuji karena memungkinkan seseorang mencapai sesuatu yang baik dan menjadi tujuan hidup manusia.
Edmund L. Pincoffs mengkritik pendapat Macyntire karena mengklaim bahwa kebaikan hanya mencakup karakteristik-karakteristik yang disyaratkan oleh serangkaian praktik sosial tertentu. Sebaliknya Pincoffs menyatakan bahwa kebaikan mencakup semua karakteristik dalam bertindak, merasakan, dan berfikir dalam cara-cara tertentu yang digunakan sebagi dasar dalam memilih antara pribadi-pribadi atau keberadaan diri masa depan. Kebaikan terdiri dari “disposisi yang umumnya diinginkan” atau dengan kata lain diinginkan oleh orang-orang dalam menghadapi situasi atau kondisi dimana manusia hidup. Karena situasi yang dihadapi manusia sering memerlukan usaha keras untuk mampu menghadapinya, maka ketabahan dan keberanian dianggap sebagai disposisi yang secara umum diinginkan. Dengan demikian kebaikan moral adalah disposisi yang secara umum diinginkan oleh semua orang dalam situasi-situasi yang biasanya mereka hadapi dalam kehidupan ini. Disposisi tersebut diinginkan karena bermanfaat “bagi semua orang pada umumnya ataupun orang-orang yang memilikinya”.
  1. Kebaikan, Tindakan, dan Institusi
Teori kebaikan mengatakan bahwa tujuan kehidupan moral adalah untuk mengembangkan disposisi-disposisi umum yang kita sebut kebaikan moral dan melaksanakan serta menerapkannya dalam berbagai situasi kehidupan manusia. Kunci dari implikasi tindakan teori kebaikan dapat dinyatakan dalam klaim berikut “sebuah tindakan secara moral benar jika dalam pelaksanaannya pelaku menerapkan, menunjukan atau mengembangkan karakter moral yang baik dan secara moral salah jika dalam pelaksanaannya pelaku menerapkan, menunjukan atau mengembangkan karakter moral yang buruk”.
Jadi dari perspektif tersebut, baik buruknya tindakan dapat ditentukan dengan mempelajari jenis karakter yang dihasilkan dari tindakan tersebut. Dalam hal ini, etika tindakan bergantung pada hubungannya dengan karakter pelaku. Contohnya dikatakan moralitas aborsi, perzinaan, atau tindakan lain haruslah dievaluasi dengan melihat karakter orang-orang yang melaksanakannya. Jika keputusan untuk melakukan tindakan tersebut cenderung mengembangkan karakter mereka menjadi lebih bertanggung jawab, lebih perhatian, lebih berpendirian, jujur, terbuka, dan bersedia berkorban, maka tindakan-tindakan itu secara moral adalah benar. Namun jika keputusan untuk melaksanakannya cenderung menjadikan seseorang lebih egois, tidak bertanggung jawab, ceroboh dan mementingkan diri sendiri maka tindakan tersebut secara moral adalah salah.
Teori kebaikan tidak hanya memberikan kriteria dalam mengevaluasi tindakan, namun juga memberikan kriteria penting dalam mengevaluasi lembaga dan praktik-praktik sosial kita. Misalnya dikatakan sejumlah lembaga ekonomi membuat orang-orang menjadi serakah dan tindakan pemerintah memberi BLT membuat malas dan sengketa dalam masyarakat. Argumen ini pada dasarnya merupakan evaluasi atas lembaga dan praktik-praktik sosial dengan berdasarkan pada teori kebaikan.
  1. Kebaikan dan Prinsip
Bila kita melihat sekilas berbagai macam disposisi yang dianggap sebagai kebaikan, tampak tidak ada satu hubungan yang sederhana antara kebaikan dan moralitas yang didasarkan pada prinsip. Sebagian kebaikan memungkinkan orang-orang melakukan apa yang disyaratkan oleh prinsip moral. Etika kebaikan tidak menyarankan tindakan-tindakan yang berbeda dan yang disarankan etika prinsip (misalnya prinsip utilitarian menyarankan tindakan yang berbeda dari yang disarankan prinsip keadilan). Demikian juga etika prinsip tidak menyarankan disposisi moral yang berbeda dengan etika kebaikan. Sebaliknya teori kebaikan berbeda dengan etika prinsip dalam cara pendekatan evaluasi moral. Teori kebaikan misalnya, menilai tindakan dalam kaitannya dengan disposisi atau karakteristik yang berhubungan dengan tindakan tersebut, sementara etika prinsip menilai disposisi dalam kaitanya dengan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan disposisi tersebut. Bagi etika prinsip, tindakan sebagai aspek utama sedangkan pada etika kebaikan, disposisi adalah aspek utama.
Etika kebaikan bukanlah semacam prinsip kelima yang sejajar dengan prinsip-prinsip utilitarian, hak, keadilan, dan perhatian. Sebaliknya etika kebaikan menambah dan melengkapi prinsip utilitarian, hak, keadilan dan perhatian bukan dengan melihat pada tindakan yang harus dilakukan oleh orang-orang, namun pada karakter yang harus mereka miliki. Etika kebaikan menangani jangkauan permasalahan yang sama dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan motivasi dan perasaan yang sebagian besar diabaikan oleh etika-etika prinsip.
N. Moralitas dalam Konteks Internasional
            Antara negara yang satu dengan negara lain dapat dipastikan memiliki atauran, adat dan kebiasaan yang berbeda-beda meskipun tidak beda sepenuhnya. Terlebih lagi, perbedaan itu akan terasa antara negara maju dan negara berkembang. Ada pendapat yang menyatakan, saat melakukan operasi di negara kurang berkembang, perusahaan-perusahaan multinasional dari negara-negara maju, wajib mengikuti aturan-aturan di negara yang lebih maju, yang dalam hal ini otomatis menerapkan standar yang lebih tinggi dan ketat. Namun klaim ini mengabaikan fakta bahwa menerapkan praktik-praktik yang dilaksanakan di negara maju ke negara yang kurang maju memungkinkan akan lebih merugikan dibandingkan menguntungkan sebuah pelanggaran standar etika utilitarian. Dengan demikian, jelas bahwa kondisi-kondisi lokal, khususnya kondisi perkembangan, setidaknya perlu dipertimbangkan saat memutuskan apakah suatu perusahaan perlu menerapkan standar dari negara yang lebih maju ke negara yang kurang maju, dan salah jika kita harus menerima klaim bahwa kita harus menerapkan standar “yang lebih tinggi” dari negara maju dimanapun berada. Ada pendapat menyatakan lebih lanjut bahwa perusahaan multi nasional haruslah mengikuti praktik-prakti lokal, apapun itu, atau bahwa mereka harus mengikuti aturan pemerintah lokal, karena pemerintahan tersebut adalah representasi dari warga mereka. Namun demikian pendapat ini juga tidak sepenuhnya benar, sehingga dalam penerapannya juga harus ada pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut.
Category: 13 komentar