DATA DISTRIBUSI PERSENTASE PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ATAS DASAR HARGA BERLAKU DAN HARGA KONSTAN 2000 DI PROPINSI JAWA TENGAH 2002-2006

I. PENDAHULUAN
Perekonomian di suatu wilayah dikatakan maju apabila ditandai dengan berkembangnya dan meningkatnya kegiatan produksi untuk pasar. Kebijakan pemerintah selama beberapa tahun terakhir menitikk beratkan upaya pembangunan pada sektor pertanian telah merangsang kegiatan para petani, tidak hanya peningkatan produksi tetapi juga untuk meningkatkan pendapatannya melalui mekanisme pasar. Dengan makin banyak, atau makin besarnya nilai produk yang dijual dipasar, maka timbul dan berkembanglah kegiatan perdagangan. Meningkatnya produksi beras seumpamanya, akan mengembangkan perdagangan beras. Hal yang sama juga terjadi pada komoditas pertanian lain. Selain itu juga kegiatan industri pengolahan akan meningkat misalnya penggilingan beras. Meningkatnya kegiatan industri juga pada gilirannya akan meningkatkan kegiatan perdagangan. Sebagaian industri itu bisa timbul mengingat telah adanya bahan yang telah diolah. Tetapi ada kalanya suatu industri baru yang tumbuh, mendorong kegiatan pertanian untuk menyediakan bahan mentahnya. Ini juga mendorong timbulnya perdagangan, sebab untuk menghubungkan kegiatan industri dan pertanian, dibutuhkan jasa perdagangan pula.
Pada pokoknya, kegiatan produksi akan menimbulkan perdagangan, karena produksi telah meyediakan barang-barang berupa bahan mentah, bahan baku, bahan penolong untuk dipakai dalam proses produksi. Kegiatan produksi itu tidak saja telah berlangsung di bidang pertanian dan industri, tetapi juga dibidang pertambangan dan penggalian, serta yang dalam statistik disebut sebagai sektor-sektor kontruksi, listrik, gas dan air minum. Meningkatnya pembangunan prasarana seperti jalan, jembatan dan irigasi umpamanya, telah menimbulkan tidak saja industri semen atau batu bata, tetapi juga perdagangan bahan-bahan itu dan bahan-bahan lain seperti besi beton, alat-alat besar dan kendaraan, kayu untuk bangunan dan sebagainya. Jadi kegiatan perdagangan tidak saja didorong oleh perkembangan pertanian dan industri, tetapi juga oleh meningkatnya pembangunan di bidang pekerjaan umum (public work), baik oleh pemerintah maupun swasta.
II. ISI
Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro, biasanya dilihat dari pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun berdasarkan atas dasar harga konstan. Harga berlaku didasarkan dengan pertimbangan indeks harga konsumen sedangkan menurut harga konstan berarti mengabaikan inflasi. Menurut Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, semakin mengalami penurunan dari tahun 2002 sampai tahun 2006. Hal tersebut cukup beralasan karena perjalanan perekonomian relatif memburuk karena krisis ekonomi selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2005.
Pada tabel 11.1.3 menunjukkan distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 sedangkan tabel 11.1.4 menunjukkan distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006. Pada kedua tabel tersebut tercakup 9 sektor pembangunan ekonomi yaitu sektor pertanian, pertambangan dan galian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa.
Pada tabel 11.1.3 menunjukkan bahwa nilai distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) atas dasar harga berlaku di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 untuk ke-9 sektor mengalami angka yang fluktuatif (naik turun). Berdasarkan tabel tersebut, industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dan pertambangan dan galian memberikan sumbangan terendah. Sektor industri pengolahan pada tahun 2006 menempati urutan pertama, yaitu sebesar 32,85%. Sektor industri pengolahan menempati urutan pertama, yang artinya sektor ini berperan uatama dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Sektor pertanian pada tahun 2006 menempati urutan kedua, yaitu sebesar 20,34%. Sektor ini terdiri dari lima sub-sektor, yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Sub-sektor tanaman bahan makanan memberikan sumbangan terbesar yaitu 14,81% dan subsektor kehutanan terkecil, sebesar 0,47%. Sektor pertanian menempati urutan kedua, yang artinya sektor ini berperan penting dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Sumbangan sektor pertanian terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (22,15%) dan terendah terjadi pada tahun 2005 (19,11%). Sektor pertanian memiliki 5 sub sektor yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Dalam kurun waktu 2002-2006, tanaman bahan makanan menyumbang nilai yang paling besar dan kehutanan memberikan sumbangan paling rendah. Sumbangan sektor pertambangan dan galian terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (1,02%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (0,93%).
Sumbangan sektor industri pengolahan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2005 (33,71%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (31,70%). Sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2004 (1,22%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (1,02%). Sumbangan sektor bangunan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2005 (5,77%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (4,87%). Sumbangan sektor perdangan, hotel, dan restoran terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (20,95%) dan terendah terjadi pada tahun 2006 (19,63%). Sumbangan sektor pengangkutan dan kominikasi terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (5,96%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (5,21%). Sumbangan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (3,8%) dan terendah terjadi pada tahun 2006 (3,4%). Sumbangan sektor jasa-jasa terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2003 dan 2004 (10,16%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (9,38%).
Pada tabel 11.1.4 menunjukkan bahwa nilai distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) atas dasar harga konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 untuk ke-9 sektor mengalami angka yang fluktuatif (naik turun). Berdasarkan tabel tersebut, industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dan listik,gas, dan air bersih memberikan sumbangan terendah. Sektor industri pengolahan pada tahun 2006 menempati urutan pertama, yaitu sebesar 31,98%. Sektor industri pengolahan menempati urutan pertama, yang artinya sektor ini berperan uatama dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Sektor pertanian pada tahun 2006 menempati urutan ketiga, yaitu sebesar 20,57%. Sektor ini terdiri dari lima sub-sektor, yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Sub-sektor tanaman bahan makanan memberikan sumbangan terbesar yaitu 14,68% dan subsektor kehutanan terkecil, sebesar 0,39%. Sektor pertanian menempati urutan ketiga, yang artinya sektor ini berperan cukup penting dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Sumbangan sektor pertanian terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (22,53%) dan terendah terjadi pada tahun 2003 (21,03%). Sektor pertanian memiliki 5 sub sektor yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Dalam kurun waktu 2002-2006, tanaman bahan makanan menyumbang nilai yang paling besar dan kehutanan memberikan sumbangan paling rendah. Sumbangan sektor pertambangan dan galian terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (1,11%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 dan 2003 (1%).
Sumbangan sektor industri pengolahan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2004 (32,4%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (31,85%). Sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (0,83%) dan terendah terjadi pada tahun 2003 (0,76%). Sumbangan sektor bangunan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (5,61%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (4,97%). Sumbangan sektor perdangan, hotel, dan restoran terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2003 (21,42%) dan terendah terjadi pada tahun 2004 (20,87%). Sumbangan sektor pengangkutan dan kominikasi terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (4,95%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (4,77%). Sumbangan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (3,68%) dan terendah terjadi pada tahun 2005 (3,54%). Sumbangan sektor jasa-jasa terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (10,25%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (9,03%).





III. PENUTUP

Menurut tabel Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa Tengah Tahun 2002-2006, sektor industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dan pertambangan dan galian memberikan sumbangan terendah. Sektor industri pengolahan pada tahun 2006 menempati urutan pertama, yaitu sebesar 32,85%, yang artinya sektor ini berperan uatama dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006. Sektor pertanian pada tahun 2006 menempati urutan kedua, yaitu sebesar 20,34%. Sektor pertanian menempati urutan kedua, yang artinya sektor ini berperan penting dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Menurut tabel Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006, sektor industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dan listik,gas, dan air bersih memberikan sumbangan terendah. Sektor industri pengolahan pada tahun 2006 menempati urutan pertama, yaitu sebesar 31,98%, yang artinya sektor ini berperan uatama dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006. Sektor pertanian pada tahun 2006 menempati urutan ketiga, yaitu sebesar 20,57%. Sektor pertanian menempati urutan ketiga, yang artinya sektor ini berperan cukup penting dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Category: 3 komentar
I. PENDAHULUAN
Perekonomian di suatu wilayah dikatakan maju apabila ditandai dengan berkembangnya dan meningkatnya kegiatan produksi untuk pasar. Kebijakan pemerintah selama beberapa tahun terakhir menitikk beratkan upaya pembangunan pada sektor pertanian telah merangsang kegiatan para petani, tidak hanya peningkatan produksi tetapi juga untuk meningkatkan pendapatannya melalui mekanisme pasar. Dengan makin banyak, atau makin besarnya nilai produk yang dijual dipasar, maka timbul dan berkembanglah kegiatan perdagangan. Meningkatnya produksi beras seumpamanya, akan mengembangkan perdagangan beras. Hal yang sama juga terjadi pada komoditas pertanian lain. Selain itu juga kegiatan industri pengolahan akan meningkat misalnya penggilingan beras. Meningkatnya kegiatan industri juga pada gilirannya akan meningkatkan kegiatan perdagangan. Sebagaian industri itu bisa timbul mengingat telah adanya bahan yang telah diolah. Tetapi ada kalanya suatu industri baru yang tumbuh, mendorong kegiatan pertanian untuk menyediakan bahan mentahnya. Ini juga mendorong timbulnya perdagangan, sebab untuk menghubungkan kegiatan industri dan pertanian, dibutuhkan jasa perdagangan pula.
Pada pokoknya, kegiatan produksi akan menimbulkan perdagangan, karena produksi telah meyediakan barang-barang berupa bahan mentah, bahan baku, bahan penolong untuk dipakai dalam proses produksi. Kegiatan produksi itu tidak saja telah berlangsung di bidang pertanian dan industri, tetapi juga dibidang pertambangan dan penggalian, serta yang dalam statistik disebut sebagai sektor-sektor kontruksi, listrik, gas dan air minum. Meningkatnya pembangunan prasarana seperti jalan, jembatan dan irigasi umpamanya, telah menimbulkan tidak saja industri semen atau batu bata, tetapi juga perdagangan bahan-bahan itu dan bahan-bahan lain seperti besi beton, alat-alat besar dan kendaraan, kayu untuk bangunan dan sebagainya. Jadi kegiatan perdagangan tidak saja didorong oleh perkembangan pertanian dan industri, tetapi juga oleh meningkatnya pembangunan di bidang pekerjaan umum (public work), baik oleh pemerintah maupun swasta.
II. ISI
Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro, biasanya dilihat dari pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun berdasarkan atas dasar harga konstan. Harga berlaku didasarkan dengan pertimbangan indeks harga konsumen sedangkan menurut harga konstan berarti mengabaikan inflasi. Menurut Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, semakin mengalami penurunan dari tahun 2002 sampai tahun 2006. Hal tersebut cukup beralasan karena perjalanan perekonomian relatif memburuk karena krisis ekonomi selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2005.
Pada tabel 11.1.3 menunjukkan distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 sedangkan tabel 11.1.4 menunjukkan distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006. Pada kedua tabel tersebut tercakup 9 sektor pembangunan ekonomi yaitu sektor pertanian, pertambangan dan galian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa.
Pada tabel 11.1.3 menunjukkan bahwa nilai distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) atas dasar harga berlaku di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 untuk ke-9 sektor mengalami angka yang fluktuatif (naik turun). Berdasarkan tabel tersebut, industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dan pertambangan dan galian memberikan sumbangan terendah. Sektor industri pengolahan pada tahun 2006 menempati urutan pertama, yaitu sebesar 32,85%. Sektor industri pengolahan menempati urutan pertama, yang artinya sektor ini berperan uatama dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Sektor pertanian pada tahun 2006 menempati urutan kedua, yaitu sebesar 20,34%. Sektor ini terdiri dari lima sub-sektor, yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Sub-sektor tanaman bahan makanan memberikan sumbangan terbesar yaitu 14,81% dan subsektor kehutanan terkecil, sebesar 0,47%. Sektor pertanian menempati urutan kedua, yang artinya sektor ini berperan penting dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Sumbangan sektor pertanian terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (22,15%) dan terendah terjadi pada tahun 2005 (19,11%). Sektor pertanian memiliki 5 sub sektor yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Dalam kurun waktu 2002-2006, tanaman bahan makanan menyumbang nilai yang paling besar dan kehutanan memberikan sumbangan paling rendah. Sumbangan sektor pertambangan dan galian terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (1,02%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (0,93%).
Sumbangan sektor industri pengolahan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2005 (33,71%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (31,70%). Sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2004 (1,22%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (1,02%). Sumbangan sektor bangunan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2005 (5,77%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (4,87%). Sumbangan sektor perdangan, hotel, dan restoran terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (20,95%) dan terendah terjadi pada tahun 2006 (19,63%). Sumbangan sektor pengangkutan dan kominikasi terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (5,96%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (5,21%). Sumbangan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (3,8%) dan terendah terjadi pada tahun 2006 (3,4%). Sumbangan sektor jasa-jasa terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2003 dan 2004 (10,16%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (9,38%).
Pada tabel 11.1.4 menunjukkan bahwa nilai distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) atas dasar harga konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 untuk ke-9 sektor mengalami angka yang fluktuatif (naik turun). Berdasarkan tabel tersebut, industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dan listik,gas, dan air bersih memberikan sumbangan terendah. Sektor industri pengolahan pada tahun 2006 menempati urutan pertama, yaitu sebesar 31,98%. Sektor industri pengolahan menempati urutan pertama, yang artinya sektor ini berperan uatama dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Sektor pertanian pada tahun 2006 menempati urutan ketiga, yaitu sebesar 20,57%. Sektor ini terdiri dari lima sub-sektor, yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Sub-sektor tanaman bahan makanan memberikan sumbangan terbesar yaitu 14,68% dan subsektor kehutanan terkecil, sebesar 0,39%. Sektor pertanian menempati urutan ketiga, yang artinya sektor ini berperan cukup penting dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Sumbangan sektor pertanian terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (22,53%) dan terendah terjadi pada tahun 2003 (21,03%). Sektor pertanian memiliki 5 sub sektor yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Dalam kurun waktu 2002-2006, tanaman bahan makanan menyumbang nilai yang paling besar dan kehutanan memberikan sumbangan paling rendah. Sumbangan sektor pertambangan dan galian terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (1,11%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 dan 2003 (1%).
Sumbangan sektor industri pengolahan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2004 (32,4%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (31,85%). Sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (0,83%) dan terendah terjadi pada tahun 2003 (0,76%). Sumbangan sektor bangunan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (5,61%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (4,97%). Sumbangan sektor perdangan, hotel, dan restoran terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2003 (21,42%) dan terendah terjadi pada tahun 2004 (20,87%). Sumbangan sektor pengangkutan dan kominikasi terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (4,95%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (4,77%). Sumbangan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2002 (3,68%) dan terendah terjadi pada tahun 2005 (3,54%). Sumbangan sektor jasa-jasa terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa tengah terjadi pada tahun 2006 (10,25%) dan terendah terjadi pada tahun 2002 (9,03%).





III. PENUTUP

Menurut tabel Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Jawa Tengah Tahun 2002-2006, sektor industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dan pertambangan dan galian memberikan sumbangan terendah. Sektor industri pengolahan pada tahun 2006 menempati urutan pertama, yaitu sebesar 32,85%, yang artinya sektor ini berperan uatama dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006. Sektor pertanian pada tahun 2006 menempati urutan kedua, yaitu sebesar 20,34%. Sektor pertanian menempati urutan kedua, yang artinya sektor ini berperan penting dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Menurut tabel Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006, sektor industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dan listik,gas, dan air bersih memberikan sumbangan terendah. Sektor industri pengolahan pada tahun 2006 menempati urutan pertama, yaitu sebesar 31,98%, yang artinya sektor ini berperan uatama dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006. Sektor pertanian pada tahun 2006 menempati urutan ketiga, yaitu sebesar 20,57%. Sektor pertanian menempati urutan ketiga, yang artinya sektor ini berperan cukup penting dalam menyumbang besarnya PDRB Jawa Tengah pada tahun 2006.
Category: 0 komentar

Elastisitas Permintaan

ELASTISITAS PERMINTAAN : PRODUK PERTANIAN/INDUSTRI

A. Pendahuluan
Permintaan adalah sejumlah barang atau jasa yang diinginkan dibeli atau dimiliki pada berbagai tingkat harga pada waktu tertentu. Hukum permintaan disebutkan, jika harga mengalami penurunan, maka jumlah permintaan akan bertambah/naik dan jika harga barang naik, maka jumlah permintaan akan turun/berkurang
Pergesaran kurva-kurva permintaan dari suatu kurva permintaan ke kurva permintaan lainnya menunjukkan terjadinya perubahan satu variabel atau lebih (selain harga) dalam fungsi permintaan produk tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan: harga barang itu sendiri, tingkat pendapatan masyarakat, intensitas kebutuhan, dan tingkat peradaban/pendidikan.

B. Macam-macam Elastisitas Permintaan
Macam-macam elastisitas permintaan yaitu :
1. Permintaan Inelastis Sempurna (Ep = 0)
Permintaan inelastis sempurna terjadi bilamana perubahan harga yang terjadi tidak ada pengaruhnya terhadap jumlah permintaan.
Ep = 0, artinya bahwa perubahan harga sama sekali tidak ada pengaruhnya terhadap jumlah permintaan. Contoh: obat-obatan pada waktu sakit
Pada kurva in elastisitas sempurna, kurvanya akan sejajar dengan sumbu Y atau P (price).
2. Permintaan Inelastis (Ep < 1)
Permintan in elastis terjadi jika perubahan harga kurang berpengaruh pada perubahan permintaan. Ep < 1, artinya perubahan harga hanya diikuti perubahan jumlah yang diminta dalam jumlah yang relatif lebih kecil. Contoh: permintaan terhadap beras.

3. Permintaan Elastis Uniter (Ep = 1)
Permintaan elastis uniter terjadi jika perubahan permintaan sebanding dengan perubahan harga. Ep = 1, artinya perubahan harga diikuti oleh perubahan jumlah permintaan yang sama. Contoh: barang-barang elektronik.
4. Permintaan Elastis (Ep > 1)
Permintaan elastis terjadi jika perubahan permintaan lebih besar dari perubahan harga. Ep > 1, artinya perubahan harga diikuti jumlah permintaan dalam jumlah yang lebih besar. Contoh: barang mewah.
5. Permintaan Elastis Sempurna (E = ~)
Permintaan elastis sempurna terjadi jika perubahan permintaan tidak berpengaruh sama sekali terhadap perubahan harga.
Kurvanya akan sejajar dengan sumbu Q atau X.
E = ~ , artinya bahwa perubahan harga tidak mengakibatkan naik-turunnya jumlah permintaan. Contoh: bumbu dapur.
Pada kurva elastis sempurna, kurvanya akan sejajar dengan sumbu X atau Q (quantiy).

C. Studi Kasus Produk Pertanian/Industri Masing-masing Elastisitas
1. Permintaan Obat-obatan pada waktu Sakit
Permintaan terhadap antibiotik/obat-obatan, dikatakan sebagai permintaan inelastis sempurna (Ep = 0) karena tidak ada barang lain yang dapat menggantikannya, daripada mati terinfeksi bakteri, pasien biasanya lebih memilih untuk membeli obat ini berapapun biayanya. Di samping itu juga, jenis obat-obatan pada umumnya memiliki khasiat masing-masing sehingga tidak banyak ditemukan penggantinya/barang substitusi.
Pernyataan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari terkait kebijakan harga obat-obatan yaitu bahwa pengaruh krisis ekonomi global mulai berdampak terhadap obat generik, dalam pernyataannya, Menteri Kesehatan mengatakan bahwa harga obat generik pada tahun 2009 dipastikan naik. Kenaikan harga tidak akan berpengaruh terhadap konsumen apabila diikuti dengan kenaikan daya beli, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Krisis ekonomi global (akhirnya) memaksa banyak perusahaan untuk melakukan PHK pada tahun 2009 nanti sebagai dampak melambatnya ekonomi (Apotekkita.com). Obat generik yang harganya ditentukan oleh pemerintah, para pabrikan terlihat kedodoran begitu terjadi fluktuasi nilai tukar rupiah. Karena margin keuntungan yang mepet, maka ruang yang tersedia untuk mentoleransinya terbatas. Sementara untuk beberapa komponen penunjang efisiensi seperti posisi daya tawar kepada supplier dan peningkatan produktifitas tidak bisa dimaksimalkan karena masih rendah permintaan. Jadi, permintaan akan obat-obatan tidak ditentukan oleh besarnya harga yang ditawarkan, akan tetapi lebih pada variabel-variabel lain seperti kebijakan pemerintah.
2. Permintaan Beras
Permintaan beras termasuk dalam permintaan inelastis (Ep < 1) dimana perubahan harga hanya diikuti perubahan jumlah yang diminta dalam jumlah yang relatif lebih kecil. Permintaan terhadap beras meliputi konsumsi di dalam rumah; di luar rumah antara lain di rumah makan, hotel, konsumsi makanan hasil industri pengolahan, dan kebutuhan beras untuk cadangan rumah tangga. Di samping itu produk padi juga dipergunakan untuk benih dan campuran pakan. Melalui bantuan Data Input/Output (BPS) tahun 1990 dan 1995 dapat diperkirakan komposisi penggunaan beras pada tahun 1999 yaitu: 79,6 persen (di dalam rumah); 10,8 persen (di luar rumah); dan 9,6 persen (makanan hasil industri).
Di sisi permintaan, upaya menurunkan konsumsi beras per kapita dapat dilakukan melalui penggalakan program diversifikasi pangan dengan pemanfaatan pangan sumber kalori, protein, vitamin, dan mineral yang dapat diproduksi secara lokal. Beberapa upaya diantaranya adalah:
a. Sosialisasi, pelatihan, dan pendidikan sejak usia sekolah, tentang pola makan dengan gizi seimbang
b. Pengembangan teknologi pengolahan untuk meningkatkan daya tarik ekonomis dan fisik.
c. Pengembangan industri pengolahan dengan bahan-bahan pangan lokal.
Panen raya padi tidak membuat harga beras di pasar grosir menurun, tetapi justru sebaliknya, harga stabil tinggi dan bahkan ada kecenderungan naik. Harga beras kualitas medium setara IR-64 kelas 3 pada panen raya kali ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah perberasan nasional. Hari Selasa (1/4), harga beras kualitas medium di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, yang menjadi barometer pergerakan harga beras nasional, seharga Rp 4.300 per kilogram. Dibandingkan dengan pekan pertama Maret 2008, memang terjadi penurunan harga sebesar Rp 250. Namun, harga Rp 4.300 itu hampir setara dengan harga beras dengan kualitas sama pada puncak masa paceklik tahun 2006 (Kompas, 2008). Sehingga dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa Farmer share atau bagian yang diterima petani, biasa disebut penerimaan, akan tinggi/naik jika harga tinggi/naik.
3. Permintaan Barang-barang Elektronik
Permintaan barang-barang elektronik termasuk permintaan elastis uniter (Ep = 1) dimana penerimaan/total revenue tidak terpengaruh oleh perubahan harga/price, dan juga perubahan harga diikuti oleh perubahan jumlah permintaan yang sama. Misalnya saja, pengaruh krisis keuangan global akhir-akhir ini berimbas pada turunnya permintaan akan barang-barang elektronik, ditambah dengan menguatnya nilai dollar Amerika semakin melambungkan harganya. Barang-barang elektronik yang notabene adalah barang yang mahal akan membutuhkan porsi pendapatan yang relatif besar dari pendapatan pembeli, secara relatif akan lebih peka terhadap harga.
Harga telepon genggam atau lebih dikenal handphone, pada awalnya dirilis dengan harga jutaan rupiah, di luar jangkauan masyarakat, itu pun belum termasuk harga sim card yang begitu mahalnya. Akan tetapi, sekarang ini tiap orang rata-rata sudah memiliki handphone, model dan harganya yang semakin bervariasi murahnya membuat permintaannya sangat tinggi. Begitu pun dengan televisi, komputer, dan barang elektronik lainnya.
4. Permintaan Barang-barang Mewah
Permintaan Barang-barang mewah termasuk dalam permintaan elastis (Ep > 1) dimana total penerimaan turun jika harga naik dan sebaliknya. Kekuatan yang timbul dari sisi permintaan pasar ini, bilamana diperhatikan tidaklah selalu berarti negatif atau semuanya berasal dari semangat hidup dalam makna hedonisme semata. Beberapa pendapat dan alasan tentang faktor penyebab yang mendorong terjadinya kekuatan permintaan pasar tersebut terjadi secara teknis, sosial dan psikologis yang dapat timbul secara alamiah. Beberapa hal diantaranya:
a. Pendapatan nyata masyarakat yang semakin tinggi akan mendorong tumbuhnya masyarakat golongan atas.
b. Produk barang 'mewah' ini sering dipergunakan sebagai sarana pendidikan dan peluang pembelajaran yang positif sebagai persiapan kelak untuk dapat menikmati barang mewah
c. Masyarakat golongan menengah umumnya memiliki tingkat pendidikan yang baik dan tentunya berpola pikir yang canggih dan rasional.
d. Konsumen golongan menengah ternyata perlu untuk merasa percaya diri dan mengatur tingkat ketegangan emosi mereka.
Akan tetapi, pada dasarnya barang-barang mewah merupakan barang dengan harga jual yang sangat tinggi, tidak semua orang mau dan mampu membelinya (di luar faktor di atas) sehingga nilai permintaannya akan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya tingkat harganya.
5. Permintaan Bumbu Dapur
Permintaan bumbu dapur termasuk ke dalam permintaan inelastis sempurna (Ep = ~) dimana bahwa perubahan harga tidak diakibatkan oleh naik-turunnya jumlah permintaan. Misalnya saja bumbu dapur tersebut, permintaannya meningkat lebih disebabkan karena kebutuhannya yang sedang bertepatan dengan perayaan sesuatu. Pada kenyataannya di lapang bahwa naiknya harga bumbu dapur lebih disebabkan karena persediaan/stok pasar yang kurang dari kebutuhan/langka.


Sumber :
Anonima. 2008. Panen Raya, Harga Beras Tinggi. www.kompas.go.id. Diakses pada tanggal 10 Maret 2009 pukul 23.30 WIB.
_______b. 2009. Elastisitas Permintaan. www.e-dukasi.net. Diakses pada tanggal 10 Maret 2009 pukul 22.45 WIB.
_______c. 2009. Kenaikan Harga Adakah Hubungannya dengan Inefesiensi. www.apotekkita.com. Diakses tanggal 10 Maret 2009 pukul 23.00 WIB.
_______d. 2009. Elastisitas Permintaan. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 10 Maret 2009 pukul 23.10 WIB.
Lincolin, Arsyad. 1993. Ekonomi Manajerial Edisi Ketiga. BPFE Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta.


Contoh Kasus :
Perusahaan ingin memaksimalkan laba, dan biaya marginal diketahui Rp 100,00 per buah berapa pun jumlah barang yang dihasilkan.
Kurva permintaan : Qx = 200 – 0,25 Px
Sebagai seorang manajer, apa yang Saudara bisa ketahui dari elastisitas fungsi tersebut?

Jawab :
Syarat laba maksimal : MR = MC
Qx = 200 – 0,25 Px
MC = Rp 100,00

Qx = 200 – 0,25 Px ( .4 )
4 Qx = 800 – Px
4 Qx – 800 = - Px
800 – 4 Qx = Px

TR = Px. Qx
= (800 – 4Qx). Qx
= 800 Qx – 4 Qx2

MR = = 800 – 8 Qx
MR = MC
800 – 8 Qx = 100
800 – 100 = 8 Qx
700 = 8 Qx
Qx = 87,5

Px = 800 – 4 Qx
= 800 – 4 (87,5) = 450
Ep = .
= 0,25.
= 1,29
Jadi, Ep > 1
Nilai koefisien 1,29 menunjukan setiap perubahan harga barang X sebesar 1% akan mengubah jumlah barang X yang diminta sebesar 1,29% dengan arah negatif (elastisitas permintaan). Jika harga barang X naik 1% maka jumlah barang X yang diminta turun 1,29%, ceteris paribus. Sifat permintaan barang X adalah elastis, ditunjukkan dengan nilai koefisien lebih besar dari 1. Jika perusahaan ingin meningkatkan penerimaan total (TR) melalui kebijakan harga, yakni perusahaan tersebut harus menurunkan harga karena jika permintaan suatu barang elastis, persentase perubahan kuantitas lebih besar daripada persentase perubahan harga sehingga penurunan harga akan menaikkan penerimaan total (TR).
Category: 4 komentar